post image
KOMENTAR
Volume dan nilai impor telepon seluler terus meningkat sejak 2010 lalu. Karena itu, pemerintah diminta memperketat impor ini. Sebab bila tidak, dikhawatirkan akan semakin sulit menggaet investor membangun pabrik ponsel di tanah air.
 
Menurut Direktur Public Trust Institue, Hilmi Rahman Ibrahim, volume impor ponsel legal pada tahun 2013 sudah mencapai 53,4 juta unit dengan nilai 1,829 miliar dollar AS. Angka ini jauh melonjak dibanding tahun 2010, yang volumenya baru tercatat 40,5 juta unit dengan nilai 1,526 miliar dollar AS.
 
Sementara dilihat dari negara asal, menurut Hilmi, China menjadi negara pengimpor terbanyak, yaitu 37 juta lebih atau 85 persen dari total impor 2013, dengan berbagai merk, mulai Nokia, Samsung, Mito, Evercross, Smartfren, dan lain-lain. Dari sisi harga impor ponsel didominasi oleh low end product dengan harga di bawah Rp 1 juta (80,7 persen), antara Rp 1 juta-Rp 2,5 juta (12,9 persen), harga antara Rp 2,5 juta-Rp 5 juta (3,7 persen), dan di atas Rp 5 juta (2,6 persen).
 
Jadi, menurut Hilmi, meskipun merknya bermacam-macam, pasar ponsel di tanah air didominasi oleh impor dari China, dengan harga yang semakin lama semakin murah atau terjangkau. Dengan kata lain,negara-negara maju penghasil ponsel mengalihkan lokasi produksinya ke negara-negara lain dengan mempertimbangkan aspek kemudahan investasi, lebih efisien dan kelangsungan bisnis dalam jangka panjang.
 
"Inilah yang harus kita rebut, dengan mendorong pemerintah memperketat aturan impor ponsel, agar para produsen mau berinvestasi di Indonesia, yang jumlah pasarnya tidak perlu diragukan," papar Hilmi, yang khawatir semakin melonjaknya ketergantungan Indonesia pada pasar impor ponsel jika tidak ada pembatasan yang ketat dari pemerintah. Padahal, industri ini termasuk jenis padat karya yang bisa diproduksi di dalam negeri, meskipun sebagian bahan bakunya harus diimpor dari negara lain.
 
Terkait dengan upaya memperketat impor ponsel itu, Hilmi Rahman Ibrahim menyarankan pemerintah memperkuat peran strategis PT Sucofindo (Persero) dan PT Surveyor Indonesia (Persero) yang telah ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan sebagai sebagai surveyor Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor (VPTI) untuk produk Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan computer tablet.
 
"Tugas kedua BUMN itu perlu lebih difungsikan tidak sekedar sebagai pelaksana VPTI, tetapi juga  memberikan evaluasi dan laporan agar pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan lanjutan dalam pembatasan impor ponsel," demikian Hilmi.[rgu/rmol]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi