post image
KOMENTAR
Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) menghimbau agar seluruh negara di dunia menghentikan penggunaan rumah detensi imigrasi (Rudenim) unuk menahan para pengungsi terutama pengungsi anak. Menurut mereka, hal ini melanggar konvensi hak anak atau Convention on the Rights of the Child (CRC), sebuah perjanjian penting yang menjabarkan hak – hak semua anak.

Diantara ketentuan-ketentuan di dalamnya, pasal 22 mensyaratkan negara – negara untuk memberikan perlindungan khusus bagi pengungsi anak. Namun demikian, ribuan anak masih ditahan oleh otoritas keimigrasian di seluruh dunia, mengakibatkan dampak yang merusak kesehatan dan kesejahteraan mereka.  UNHCR menghimbau diakhirinya praktek yang merusak ini dan perlunya suatu tata karma perawatan / pemeliharaan, bukannya penegakan, sebagai panduan untuk semua interaksi dengan pencari suaka anak dan pengungsi anak.

"Anak – anak yang datang ke negara lain untuk mencari perlindungan internasional berada dalam kondisi yang sangat rentan dan memiliki kebutuhan khusus. Yang pertama dan utama, kita harus memperlakukan mereka sebagai anak dan bukannya sebagai orang asing yang ilegal.”, ucap Komisioner Tinggi UNHCR António Guterres, Meskipun apabila mereka ditahan bersama – sama dengan keluarga mereka,

"penggunaan detensi menghasilkan efek menghancurkan yang berdampak pada perkembangan fisik, emosi dan psikologis mereka," ucapnya.

Penelitian baru – baru ini mengindikasikan bahwa anak – anak yang ditahan di rumah detensi seringkali menderita keterlambatan perkembangan dan permasalahan emosi, termasuk insomnia, kehilangan nafsu makan dan permasalahan perilaku.

Namun seiring dengan peningkatan jumlah orang yang berpindah karena terpaksa, penempatan anak – anak ke dalam rumah detensi untuk alasan keimigrasian lama kelamaan menjadi suatu hal yang lumrah. Meskipun sulit untuk mendapatkan jumlah yang pasti, UNHCR memperkirakan bahwa setiap harinya ada ribuan anak di dunia yang ditempatkan dalam rumah detensi untuk alasan tersebut.

Di banyak negara, anak – anak seringkali ditempatkan dalam rumah detensi selama berbulan – bulan, dan seringkali bersama orang dewasa yang tidak mereka kenal dalam kondisi yang di bawah standar.

"Praktek penempatan anak – anak dalam rumah detensi imigrasi melanggar konvensi CRC dalam banyak hal dan itu harus dihentikan," tambah Guterres.

Sebagai bagian dari strategi global – Beyond Detention, yang diluncurkan di Jenewa pada bulan Juni tahun ini, UNHCR telah menjadikan “detensi bagi anak – anak yang mencari suaka” sebagai prioritas bersama.

Pada peringatan ke-25 tahun Konvensi Hak – hak Anak, UNHCR memperbaharui imbauannya kepada pemerintah – pemerintah negara untuk mengakhiri penggunaan detensi pada anak – anak dan untuk mengeksplorasi cara – cara pemeliharaan alternatif yang layak bagi anak – anak,  sembari menyambut baik langkah – langkah yang telah diambil beberapa pemerintahan untuk mewujudkan hal tersebut.

Sebagai Negara Pihak yang telah mengaksesi Konvesi Hak – hak Anak, Pemerintah Indonesia  telah mengambil beberapa langkah untuk mengakhiri penggunaan detensi bagi anak – anak. Dengan dukungan UNHCR dan Church World Service (CWS), para pihak otoritas Indonesia telah membuka dua tempat penampungan untuk mengakomodasi anak – anak pengungsi yang datang tanpa pendamping sebagai alternatif dari penempatan di rumah detensi, dan International Organization for Migration (IOM) telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memindahkan anak – anak yang telah diidentifikasi oleh UNHCR sebagai pencari suaka dan pengungsi dari rumah detensi imigrasi ke tempat – tempat penampungan yang dikelola oleh pemerintah dan untuk memberikan akomodasi alternatif bagi keluarga yang memiliki anak – anak. Namun kapasitas total fasilitas – fasilitas tersebut sangat terbatas, dan saat ini masih ada 950 anak yang berada di dalam rumah detensi imigrasi di seluruh Indonesia, termasuk diantaranya lebih dari 440 anak tanpa pendamping. UNHCR terus bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan bahwa anak – anak ini juga mendapatkan penanganan alternatif yang layak dan bahwa mereka mendapatkan pengertian dari komunitas sekitarnya, akan kondisi dan akan kebutuhan – kebutuhan mereka.

Negara lainnya yakni Jepang, Republik Korea dan Inggris telah mengambil tindakan dimana anak – anak dilepaskan dari detensi administratif, kemudian sebuah sistem terspesialisasi dikembangkan untuk menindaklanjuti situasi dan prosedur penyatuan keluarga bagi anak – anak tersebut.

Belgia telah menciptakan sebuah fasiltas khusus untuk anak – anak yang datang tanpa pendamping dan anak-anak yang terpisah, dimana kebutuhan mereka dapat dievaluasi dalam lingkungan dengan suasana terlindung, sementara Hong Kong SAR telah memperkenalkan program “perumahan masyarakat” untuk mendukung kebutuhan khusus anak-anak and keluarga mereka yang jikalau tidak akan mendekam dalam detensi.  

UNHCR juga bekerja dengan pemerintah-pemerintah untuk memastikan adanya prosedur suaka untuk anak dan penyatuan keluarga.[rgu]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Komunitas