post image
KOMENTAR
Eksploitasi kawasan ekosistem mangrove Desa Perlis, Kecamatan Brandan Barat, Langkat, telah mengakibatkan perubahan struktur sosial dan hilangnya kebudayaan lokal. Sejumlah aktivis dan budayawan akan membahas hal ini pada focus group discussion (FGD) yang difasilitasi Serikat Boemi Poetera, Kamis (29/1/2015) besok.

"Perubahan struktur sosial dan hilangnya sebuah budaya lokal di Desa Perlis kita ketahui berdasarkan hasil penelitian Kakanda Tengku Zainuddin. Hasil penelitian tersebut juga sudah ditayangkan pada jurnal akademik Universitas Negeri Medan (Unimed), belum lama ini," ungkap Koordinator Pelaksana FGD, Indra Gunawan, Rabu (27/1/2015).

Ia mengatakan FGD akan diselenggarakan di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU). Akan hadir Tengku Zainuddin, seorang peneliti sekaligus inisiator lahirnya Gerakan Boemi Poetera yang telah dideklarasikan di Pelataran Taman Makam Pahlawan, 18 Januari lalu. Kian tidak teratasinya alihfungsi lahan mangrove menjadi kebun kelapa sawit menimbulkan ketertarikan bagi Tengku Zainuddin untuk melakukan penelitian mendalam di Desa Perlis.

"Hasil penelitiannya cukup mengejutkan! Dalam jurnalnya, Kakanda Tengku Zainuddin mengungkap bahwa kaum kapitalis telah mengalahkan sistem hukum bahkan kedaulatan pemerintah, dengan mengubah hutan mangrove menjadi kebun kelapa sawit. Perubahan struktur sosial dan hilangnya sebuah kebudayaan akibat alih fungsi lahan mangrove, nilai
kerugiannya bagi bangsa ini dipandang sangat besar dan bahkan sulit diukur secara nominal," ungkapnya.
.
Konkretnya, bentuk kebudayaan apa yang telah hilang akibat alih fungsi lahan mangrove di Desa Perlis? Dalam jurnal ilmiahnya, Tengku Zainuddin memaparkan bahwa secara turun-temurun selama lebih dari tiga generasi terdapat kelompok pencari madu hutan mangrove di Desa Perlis. Saat ini, mereka terpaksa beralih profesi lantaran hutan mangrove di desanya telah rusak. Koloni lebah hutan mangrove bermigrasi seiring pembukaan kebun sawit di desa tersebut.

FGD yang difasilitasi Serikat Boemi Poetera nantinya diharapkan dapat merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mengembalikan tatanan sosial dan budaya berburu madu hutan mangrove di Desa Perlis.

"Harapannya begitu. Nanti juga akan dirumuskan, pemerintah harus berbuat apa?," tambah Indra.

Sejauh ini, tim koordinasi FGD telah me-listing nama-nama aktivis maupun budayawan yang akan diminta kesediaannya untuk terlibat aktif. Mereka berasal dari perguruan tinggi dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan serta tokoh-tokoh di Sumatera Utara. Untuk mencapai hasil yang komprehensif, FGD juga akan menghadirkan para pemangku kebijakan di lembaga legislatif dan eksekutif.[rgu]

Ibu Tanah Air

Sebelumnya

16 Titik Api Dideteksi Di Sumatera, Singapura Berpotensi Berkabut

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Rumah Kaca