post image
KOMENTAR
Demokrasi Indonesia saat ini masih menganut sistem demokrasi patron. Jika dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya, praktik politik transaksional jauh lebih massif. Pertukaran clienteistic dan praktik jual beli suara adalah elemen-elemen yang sangat umum terjadi dan dianggap wajar oleh publik.

Hasil survei Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) menunjukan, sebagian besar responden mengambil keputusan bahwa pertimbangan utama pemberian suara terhadap kandidat dalam penyelenggaraan pilkada lebih diutamakan karena adanya pemberian uang dan barang yang diberikan oleh kandidat.

"Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa pertimbangan pemberian suara alasan utama responden adalah pemberian uang dan barang dari kandidat yaitu sebesar 26,6%," ujar Direktur Eksekutif LSIN, Yasin Mohammad, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (26/7/2015).

Menurut Yasin, pemberian imbalan dinilai lebih penting dibandingkan dengan visi-misi atau program kandidat, kesamaan etnis dengan kandidat, kehendak untuk berpatisipasi dalam pesta demokrasi, dan partai-partai pengusung atau pendukung kandidat.

Pertimbangan pemberian suara berikutnya adalah karena ingin menggunakan hak pilih atau menyampaikan aspirasinya yaitu sebesar 19,4%. Lalu karena faktor kesamaan SARA yaitu sebesar 16,9%, karena faktor visi-misi atau program kandidat yaitu sebesar 15,3% dan karena faktor partai-partai pengusung atau pendukung kandidat yaitu sebesar 10,5%.

"Selebihnya, 11,3% menjawab tidak tahu atau tidak menjawab. Ini artinya politik transaksional adalah langkah paling efektif dalam mempengaruhi putusan pemilih pada Pilkada serentak 2015 mendatang," kata dia.

Alasan pemilih yang kedua, lanjut Yasin, adalah karena ingin menggunakan hak pilih atau menyampaikan aspirasinya, sehingga alasan menentukan pilihannya lebih karena ingin memberikan suaranya kepada kandidat. Alasan yang ketiga adalah kesamaan unsur SARA, alasan keempat lebih pada pertimbangan visi misi dan program kandidat, hal ini menunjukkan bahwa pemilih masih belum percaya terhadap janji-janji program kandidat, terakhir adalah karena pertimbangan kesamaan partai-partai pendukung atau pengusung.

Survei dilkakukan di 50 kabupaten/kota di Indonesia dalam rentang waktu 1-11 Juli 2015, dengan melibatkan 1.200 responden. Survei menggunakan metode penarikan sampel acak bertingkat dengan memperhatikan urban/rural dan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah penduduk di setiap provinsi. Tingkat kepercayaan survei sebesar 95% dengan margin of error sebesar ± 3,2%.[rgu/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa