post image
KOMENTAR
Ketua Komisi VI DPR RI Ir.H. Hafiz Tohir mengatakan saat pelaksanaan MEA  per tanggal 31 Desember 2015 nanti, tidak akan ada hambatan pada arus perdagangan barang dan jasa antara sesama negara ASEAN . Ini merupakan suatu  potensi besar apabila Indonesia siap. Namun hal ini juga bisa jadi bencana apabila daya saing industri kita lemah.

"Ini yang sering saya wanti wanti kepada pemerintah khususnya mitra kerja komisi VI ", ujar hafiz kepada redaksi beberapa saat lalu.
                                
Hafiz menjelaskan, tahun ini indeks daya saing global (Global Competitiveness Index/GCI) Indonesia  peringkat  34 dari 144 negara sebagaimana dilansir World Economic Forum dalam Global Competitiveness Report 2014-2015. Di level ASEAN sendiri, peringkat Indonesia ini masih kalah dengan tiga negara tetangga, yaitu Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 20, dan Thailand yang berada di peringkat ke-31.

Lebih lanjut HT menekankan bahwa harus ada penguatan dari sisi standardisasi produk nasional agar dapat siap bersaing maka peran serta Badan Standardisasi Nasional(BSN)  menjadi sentral dalam hal kesiapan MEA ini. Sementara pemerintah  memberi anggaran dalam nota keuangannya, BSN hanya sekitar 146 M, sudah termasuk biaya rutin.

"Ini hampir tidak mungkin jika BSN ditugaskan  untuk membenahi standardisasi produk nasional agar siap bersaing", ungkapnya.      

Agar daya siang kita meningkat di tengah krisis global, Politisi PAN ini mengatakan harus dilakukan berbagai upaya. Antara lain pemerintah bisa mendorong penurunan suku bunga kredit bank, percepat pembangunan  infrastruktur, penyediaan bahan bakar yang cukup  untuk industri, serta ada intensif untuk  tarif dasar listrik bagi industri. Pemerintah harus punya grand design yang komprehensif untuk menaikan nasional branding  produk Indonesia. Disisi lainnya pemerintah juga harus pro aktif untuk memaksa khususnya  industri minerba untuk memenuhi kewajibannya sesuai UU No 4/2009 tentang minerba agar segera membangun smelter di dalam negeri.    

"Dalam kunker kedaerah, kami lihat di Ternate perusahaan Rusia menjanjikan project pembangunan smelter bernilai jutaan dollar sampai sekarang belum terealisasi, belum lagi PT Freport di Papua yang malah sudah beberapa kali di beri dispensasi oleh pemerintah untuk ekspor bahan baku mineral. Bila ada komitmen yang kuat dari pemerintah maka bahan baku setengah jadi saja untuk ekspor mineral ini di buat dalam negeri maka akan memberi  10 sampai 70 kali lipat nilai jualnya untuk produk eksport kita", pungkas Hafiz.[rgu]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi