post image
KOMENTAR
Dana kampanye dalam pilkada serentak harusnya dikelola secara transparan dan akuntabel. Dana kampanye itu bisa berasal dan pasangan calon (paslon), partai politik pengusung, sumbangan individu dan kelompok yang sesuai aturan undang-undang pilkada diberlakukan pembatasan maksimal jumlahnya.

Salah satu tujuan adanya pembatasan itu untuk mencegah manipulasi, dominasi penyumbang kepada calon serta mencegah dana kampanye dari sumber ilegal atau hasil tindak pidana.

Namun demikian, menurut Koordinator Kelompok Kerja Nasional Pengawasan Partisipatif Dana Kampanye (Pokjanas PPDK) Yusfitriadi dalam perjalanannya, laporan dana kampanye yang sudah diserahkan pasangan calon sampai hari ini, Senin (30/11) muncul banyak kejanggalan, kenehan dan dugaan kecurangan dengan berbagai cara.

Sejauh ini, kata Yusfitriadi, ada lima kejanggalan yang paling krusial. Pertama soal kecilnya dana kampanye yang tersedia pada laporan awal dana kampanye (LADK) maupun laporan penerimaan sementara dana kampanye (LPSDK).

"Kejanggalan ini terjadi di banyak daerah. Sejauh ini ada 11 daerah yang sangat menonjol melakukan pelanggaran itu. Tapi bukan berarti di 296 daerah lainnya tidak ada," kata Yusfitriadi saat jumpa pers di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Senin (30/11).

Kejanggalan kedua, terdapat sumbangan individu yang besarannya sama pada sejumlah penyumbang. Hal ini yang menurut pihaknya memunculkan kecurigaan akal-akalan.

"Sumbangan besar yang melampaui batasan sumbangan diakal-akali dengan cara memecah-mecah menjadi beberapa penyumbang," kata Yusfitriadi.

Bodohnya, kata dia, pecahannya dibuat sama, misalnya di kabupaten Jembrana ada 12 penyumbang yang masih-masing menyumbang Rp 12,6 juta dan di Solo terdapat 22 orang dengan sumbangan masing-masing Rp 12 juta. Ini kata Yusfitriadi besar kemungkinan disumbang oleh satu orang.

Kejanggalan ketiga, lanjutnya, terdapat sumbangan individu yang melampaui batas sumbangan perseorangan. Salah satunya di Bukittinggi, Sumatera Barat yang didapatkan sumbangan individu kepada salah satu paslon sebesar Rp 140 juta.

"Padahal individu itu kan dibatasi hanya Rp 50 juta," tambah dia.

Sementara kejanggalan keempat, pihaknya menemukan penerimaan dari partai pengusung amat kecil dibanding penerimaan dari paslon, baik dalam LADK maupun LPSDK.

"Hal ini menggambarkan peran partai pengusung yang kecil. Paslon dan sumbangan individu memegang peranan besar dalam pendaan pilkada kali ini," kata Yusfitriadi.

Temuan terakhir, pihaknya juga menemukan banyak sekali penyumbang yang tidak mencantumkan data identitas yang lengkap.

Adapun 11 daerah yang ditemukan banyaknya kejanggalan dan paling banyak memanipulasi dana kampanye itu adalah, Tasikmalaya, Surabaya, Binjai, Bontang, Bukittinggi, Jembrana, Kotawaringin Timur, Manado, Samarinda, Surakarta dan Ternate. [hta/rmol]



Penundaan Pelantikan Kepala Daerah di Kepulauan Nias akan Membuat Kepulauan Nias Semakin Mundur!

Sebelumnya

Maju di Pilkada Sumut, Sofyan Tan Pasti Punya Hitung-hitungan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga