post image
KOMENTAR
Indonesia yang berstatus sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.504 pulau dan 92 pulau-pulau kecil di antaranya dijadikan sebagai titik dasar dan referensi untuk menarik garis pangkal kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga. Jika diklasifikasikan melalui pembagian provinsi, maka ada 10 provinsi yang berbatasan dengan 10 negara tetangga tersebut. Sedangkan menurut data Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, 26 kabupaten tertinggal berbatasan langsung dengan negara tetangga.

Faktor kesenjangan ekonomi dan kurangnya perhatian pemerintah di daerah perbatasan menjadi  masalah berantai untuk Indonesia. Masalah-masalah yang pada umumnya sering terjadi adalah klaim wilayah oleh negara yang berbatasan, penebangan pohon liar (illegal logging), hingga illegal entry.Masing-masing masalah tersebut menyebabkan timbulnya banyak masalah turunan hingga menjadi sebuah rantai dilema untuk keamanan Indonesia.

Khusus untuk illegal entry, masalah ini menjadi sebuah alasan untuk  pemerintah dalam menyatakan Indonesia rawan dimasuki oknum-oknum yang secara terorganisir memiliki rencana sistematis untuk membuat teror di daerah-daerah pusat Indonesia. Siapa saja bisa masuk dan keluar dengan mudah.

Terlepas dari dugaan konspirasi yang ada, Bom Bali I di tahun 2002 seakan menjadi bukti betapa rawannya jaringan terorisme dapat masuk ke Indonesia. Ditambah dengan kebijakan keamanan global pemerintah USA pasca runtuhnya gedung WTC pada 9 September 2011, hampir di setiap negara di Asia Tenggara yang dicap sebagai surganya jaringan terorisme mendapatkan tekanan untuk mengikuti arus kebijakan keamanan global yang telah dibuat USA tersebut. Untuk Indonesia, produk yang mucul adalah satuan khusus anti teror di bawah naungan Polri bernama Densus 88 Anti Teror (AT) yang dilegitimasikan lewat Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003.

Tekanan atau intervensi USA untuk keamanan Asia Tenggara tidak hanya berhenti sampai pada diciptakannya struktur atau lembaga yang memiliki legitimasi negara. Struktur atau lembaga termasuk Densus 88 AT juga mendapat bantuan kucuran dana dan pelatihan penanganan anti terorisme oleh USA.

Sejak politik keamanan global tersebut telah mengakar di berbagai negara, USA telah mendapatkan kewenangan untuk melakukan invasi pemeberantasan terorisme ke negara-negara Timur Tengah yang merupakan basis dari pemeluk agama Islam. Seperti kebetulan, Densus 88 AT yang telah dilatih dan mendapat bantuan dana dari USA juga kerap menyisir dan menggerebek kelompok-kelompok Islam yang diduga sebagai jaringan terorisme di Indonesia. Mudah-mudahan bukan merupakan bias dari upaya mendiskreditkan kelompok tertentu dan mudah-mudahan memang hanya sebuah kebetulan belaka.

Beberapa pakar/pengamat yang jumlahnya tidak sedikit serta beberapa lembaga keamanan negara lainnya seperti TNI dan BIN sering melemparkan kritik dan nota keberatan atas operasi yang agresif dan cenderung melanggar prosedur penegakan keamanan.

Salah satu contoh untuk kritik pedas dari pengamat hukum untuk Densus 88 AT memuncak saat beberapa waktu lalu salah seorang terduga teroris, Suyono dipulangkan kepada keluarganya dalam keadaan meninggal dunia. Suyono yang dijemput paksa dalam keadaan sehat dipulangkan kepada keluarganya dengan keadaan meninggal dunia, padahal Suyono masih berstatus sebagi terduga. Jika merunut pada UU No 15 tahun 2003 tentang penetapan Perpu No 1 tahun 2002, Densus 88 AT hanya memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan dengan bukti awal untuk selanjutnya membawa terduga yang telah ditangkap menjalani dan mendapatkan vonis di persidangan.

Sedangkan contoh protes  yang datang dari lembaga penegak keamanan lainnya terjadi pada saat penyerbuan dan penggerebekan pelaku perampokan bank CIMB Niaga di Medan pada tahun 2010. Polda Sumut dan TNI AU melayangkan protes keras kepada Densus 88 AT karena dinilai melakukan operasi tanpa prosedur dan tidak melakukan koordinasi. Polda Sumut dan TNI AU merasa tersinggung dengan arogansi yang ditunjukkan Densus 88 AT.

Protes dan pernyataan yang keluar dari beberapa lembaga penegak kemanan dan pengamat hukum membuat publik mengikuti arus tersebut. Publik tergiring menuju paradigma yang menyatakan Densus 88 AT adalah sebuah bentuk teror baru untuk masyarakat.

Jika sudah terjadi kegaduhan di antara jaringan terorisme, para penegak keamanan, pengamat hukum dan pihak terkait lainnya, maka Indonesia akan mengalami sebuah dilema dalam penanganan aksi terorisme. Dari aspek kerawanan wilayah perbatasan yang memungkinkan mudahnya jaringan terorisme masuk ke Indonesia, masyarakat butuh satuan khusus yang terkonsentrasi menangani pencegahan dan pemberantasan terorisme. Namun jika dilihat dari aspek psikologi masyarakat yang telah kian berkembang, aksi agresif Densus 88 AT telah menjadi sebuah teror baru, sekarang siapa saja pasti memiliki rasa takut untuk berserikat dan bermajelis terutama dalam lingkup keagamaan.

Derasnya desakan untuk membubarkan Densus 88 AT dari berbagai kalangan adalah suatu hal yang harus segera dicari solusinya. Jika  solusinya benar-benar berujung pada dibubarkannya Densus 88 AT, siapa yang akan bertanggung jawab jika setelah itu terjadi ledakan-ledakan bom atau aksi terorisme lainnya di Indonesia?

Melihat data dan fakta yang hadir, masalah utama terletak pada wilayah perbatasan dan regulasi di antara lembaga penegak keamanan. Wilayah perbatasan yang sering menjadi daerah tertinggal tidak memiliki pertahanan yang ketat, faktor ekonomi dan sosiologi yang membaur di antara warga Indonesia dengan warga negara tetangga dapat menjadi sebuah kamuflase untuk masuknya siapa saja termasuk teroris ke Indonesia dengan bebas. Sedangkan untuk regulasi antar lembaga penegak keamanan, arogansi harus didegradasi terutama pada Densus 88 AT. Setelah arogansi terdegradasi, kerja sama lintas sektoral harus diperkuat dan diharmonisasikan.

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan etnis adalah sebuah tanah yang menjunjung nilai luruh kedamaian. Keamanan dan ketahanan negara dari aksi terorisme adalah hal yang sangat penting untuk mendukung terciptanya nilai luhur kedamaian tersebut.

#NikmatnyaSeranganFajar
 

 

Jutaan Umat Islam Indonesia Telah Bersatu Dalam Gerakan Masif, Tak Pernah Disangka

Sebelumnya

Ketergilasan Gerakan Masif Jutaan Umat Islam Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Serangan Fajar