post image
KOMENTAR
Ketua DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia melihat ada tiga peristiwa pendaftaran bakal calon Ketum DPP Partai Golkar selama dua hari kemarin yang patut diberi apresiasi.

Pertama, penyerahan hasil kotak donasi yang terkumpul sekitar Rp 277 juta dari Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) kepada panitia penyelenggara Munaslub.

"Gerakan pengumpulan dana itu dilakukan sebagai manifestasi dan sekaligus ajakan kepada seluruh kader, simpatisan, dan pimpinan partai untuk mengembalikan tradisi kebersamaan dan gotong royong khususnya dalam menyongsong pelaksanaan Munaslub," kata Doli dalam rilisnya, Kamis (5/5).

Seperti diketahui Munaslub ini juga terjadi atas inisiasi GMPG guna mengakhiri dualisme atau konflik kepemimpinan partai yg berlangsung lebih dari setahun.

"Jadi gerakan donasi ini juga merupakan bentuk tanggung jawab GMPG untuk ikut terlibat mewujudkan Munaslub yang berkualitas," ujarnya.

Peristiwa kedua saat Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo mendaftarkan diri sebagai kandidat caketum, menyatakan tidak akan membayar iuran Rp 1 miliar karena merasa itu bukan kewajiban orang per orang kader untuk menanggung biaya Munaslub.

"Saudara Syahrul dan saudara Indra berani tampil beda dengan kandidat lain yang diam dan bahkan ada yang menyatakan pasrah dan ikut saja kebijakan panitia, sekalipun sebenarnya kebijakan panitia itu belum tentu semuanya baik buat partai," jelas inisiator GMPG ini.

Apresiasi kedua, alasan yang dikemukakan juga dalam rangka untuk tetap menjaga tradisi mengedepankan visi dan gagasan di setiap kompetisi di dalam partai. Namun ia tetap berharap baik Syahrul maupun Indra tidak diam begitu saja apabila digugurkan sebagai kandidat calon karena alasan tidak setor.

"Kriteria itu sesungguhnya tidak ada diatur di dalam AD/ART partai," tegasnya.

Peristiwa ketiga adalah pernyataan atau fatwa KPK yang melarang adanya biaya setoran 1 miliar di dalam Munaslub. Pernyataan itu didapat saat pimpinan Komite Etik, Lawrence Siburian mendatangi KPK dalam rangka berkonsultasi persiapan Munaslub.

Ahmad Doli mengatakan, sejak awal dirinya terang-terangan tidak setuju terhadap kebijakan iuran Rp 1 miliar dengan alasan, pertama, awal penetapan Munaslub sebagai penyelesaian konflik.

Munaslub juga harus dijadikan momentum untuk mengkoreksi seluruh kelemahan dalam menata organisasi di masa sebelumnya. Salah satunya adalah menjauhkan proses pengambilan kebijakan partai dari hal-hal yang berbau uang dan transaksional.

Kebijakan setoran tersebut itu dinilainya, sama saja melegalkan berkembangnya budaya uang dan transaksional, yang selama ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi sekarang mulai terbuka.

Selain itu juga perlu dipahami bahwa budaya setor menyetor untuk menjadi pemimpin organisasi sangatlah tidak lazim, apalagi khususnya di dalam organisasi politik.

"Politik itu adalah panggilan. Politik itu adalah pengabdian dan politik itu adalah perjuangan. Jadi bagaimana logikanya, orang yang merasa terpanggil karena punya tanggung jawab, orang yang ingin mengabdi dan berjuang disuruh setor atau bayar? Sangat tidak masuk akal!" tegasnya.

Ia khawatir jika kebijakan itu dibiarkan terjadi maka akan terus menjadi preseden dan diterapkan pada periode berikutnya. 'Penyakit' itu sangat mungkin berlanjut ke bawah, ke DPD hingga ke kecamatan dan desa.

Dampak dari itu, papar dia, dalam jangka panjang, Golkar akan sangat sulit melahirkan kader-kader yang punya kapasitas kepemimpinan yang kuat, memiliki kecerdasan secara konseptual, serta punya kemampuan artikulasi dan membangun jaringan karena akan selalu kalah dengan orang yang hanya punya banyak uang.

"Tinggal sekarang kembali kepada panitia penyelenggara, apakah mau membawa Partai Golkar yang kita cintai ini melawan arus dan terus menerus menciptakan citra negatif di mata publik atau tidak," pungkasnya.[rgu/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa