post image
KOMENTAR
Di tangan Menteri Keuangan baru, Sri Mulyani, kebijakan Tax Amnesty (amnesti pajak) diyakini makin bernuansa neo liberal.

Pasalnya, para pengemplang pajak akan diampuni, dana repatriasi masuk kas negara tapi tidak memenuhi target dan ujung-ujungnya negara akan kembali berutang ke lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank.

Kekhawatiran itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Lantaran itu ia sangat berharap Mahkamah Konstitusi menganulir UU Tax Amnesty yang telah diajukan judicial reviewnya.

"UU Tax Amnesty sangat mencederai rasa keadilan buruh dan masyarakat karena buruh adalah pembayar pajak yang taat, termasuk teman-teman media taat bayar pajak. Bayar BPKB kalau telat kena denda tapi orang yang ngemplang pajak malah diampuni," kritik Iqbal di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (2/8).

Iqbal menegaskan, kebijakan Tax Amnesty sejatinya bertentangan degnan konstitusi pasal 27 yang berbunyi bahwa setiap orang sama kedudukannya di dalam hukum.

"Tax Amnesty melanggar bunyi konstitusi itu, karena mengampuni pajak kelas atas, sementara kelas menengah ke bawah tidak memperoleh amnesty serupa," tegasnya.

Ia pun pesimis, target pemasukan dari Tax Amnesty sebesar Rp 150 triliun bisa tercapai, kendati Presiden Jokowi telah menyatakan bahwa dana repatriasi akan mulai kelihatan masuk pada bulan September ini.

"Indonesia sepatutnya belajar dari dua negara yang pernah menerapkan pengampunan pajak, India dan Italia. Kedua negara ini ternyata gagal memenuhi target pemasukan negara dari pengampunan pajak," ulasnya.

Semestinya yang dilakukan meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar naik enam persen. "Kalau daya beli meningkat, nggak usah pakai Tax Amnesty," cetusnya.[rgu/rmol]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Ekonomi