post image
KOMENTAR
Sastra  merepresentasikan suatu apapun yang dirasakan masyarakat. Dalam kata lain, sastra adalah wajah masyarakat.

Hal tersebut dieangkum dari  para pembicara 'Diskusi Publik dan Peluncuran Antologi 250 Penyair Nusantara: Memo Anti Terorisme' yang diselenggarakan oleh Memo Penyair Medan bekerja sama dengan FIB USU di Gedung Serbaguna T. Amir Ridwan, FIB USU, Sabtu (20/8).
 
Zulkarnain Siregar mengatakan bahwa sastra itu bagaikan media yang menampilkan segala apa yang terjadi pada masyarakat.

"Sastra itu adalah media. Kalau tidak mewakili apa yang dirasakan masyarakat, namanya bukan sastra," katanya

Begitu juga dengan penyair asal Solo, Sosiawan Leak yang juga menjadi pembicara dalam diskusi publik tersebut. Ia mengatakan bahwa salah satu bidang dari sastra yakni puisi, adalah wajah masyarakat.

"Puisi itu bukan hanya tentang kekerasan, juga bukan hanya tentang kelembutan. Puisi itu kita, wajah masyarakat," ujarnya.

Sedangkan pembicara selanjutnya merupakan orang yang profesi sehari-harinya diidentikkan jauh dari sastra mapun puisi, ia adalah seorang dokter spesialis penyakit dalam, Restuti Saragih. Walau berprofesi sebagai dokter, ia produktif membuat dan membacakan puisi. 

Dalam sesi pembicaraan miliknya, ia bahkan memberi kritik untuk sastra. Sastra itu harus membumi dan tidak ekskulif, tuturnya.

"Untuk sastra saya juga ada kritik. Sastra itu harus membumi, jangan eksklusif. Kedepannya sastra jangan hanya untuk orang yang memahami," tukasnya.[sfj]

Pemantapan Sebelum Dipentaskan Diajang Bergengsi, Mantra Bah Tuah Mendulang Dukungan dan Apresiasi

Sebelumnya

Pakat Melayu, Tegaskan Komitmen Jaga Budaya Melayu

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Budaya