post image
KOMENTAR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka dugaan korupsi terkait penerbitan izin usaha pertambangan dan eksplorasi PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), perusahaan yang melakukan penambangan Nikel di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menjelaskan, pihaknya telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan gubernur petahana itu sebagai tersangka. Menurutnya, Nur Alam diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan mengeluarkan persetujuan izin usaha pertambangam dan ekspolarasi PT AHB selaku perusahaan yang lakukan penambangan Nikel di Kabupaten Buton dan Bombana.

Atas dugaan itu, Nur Alam disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 KUHP.

"Penyidik temukan dua alat bukti yang cukup menetapkan NA (Nur Alam) sebagai tersangka," ujar Syarif dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Selasa (23/8).

Terkait penetapan Nur Alam, Syarif mengatakan pihaknya kini sedang melakukan serangkaian penggeledahan di sejumlah lokasi. Antara lain pengeledahan di kantor Nur Alam, kantor Dinas ESDM. Di samping itu, ada juga penggeledahan di Jakarta, seperti sebuah kantor di kawasan Pluit, rumah di kawasan Bambu Apus, serta rumah di Patra Kuningan.

Kasus ini merupakan pengembangan penyelidikan di Provinsi Sultra dari tahun 2009 hingga 2014. Dirinya berharap, kasus ini menjadi bahan pembelajaran bagi provinsi lain, dan juga kementerian serta lembaga lainnya agar pemberian izin dikeluarkan dengan pertambangan agar tidak terjadi pelanggaran seperti kasus ini.

"KPK memberikan perhatian khusus dengan kasus ini. Semoga kasus ini menjadi bahan pelajaran bagi provinsi yang lain," tutup Syarif.

Diketahui, KPK pada November 2015 lalu telah memeriksa sekitar 29 pejabat di Sultra terkait dugaan rasuah itu. Mereka di antaranya adalah Sekretaris Daerah Lukman Abunawas, Kepala Dinas Pertambangan Sultra, Burhanuddin, mantan Kadis Pertambangan Hakku Wahab, mantan Kadis Kehutanan Amal Jaya, mantan Kepala Biro Hukum Kahar Haris, Sekretatis Daerah (Sekda) Bombana Burhanuddin S Noy, Kadis Pertambangan Kabupaten Bombana, Kepala Bagian Hukum Kabupaten Bombana, satu orang pejabat pemerintah daerah (Pemda) Buton dari instansi dinas pertambangan, mantan Kabiro Hukum yang kini menjabat sekretaris dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Sultra Nasruan.

Selain itu, yang diperiksa yakni mantan Bupati Buton Syafei Kahar, mantan Bupati Bombana Atikurahman, mantan Kadis Pertambangan Bombana yang kini menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Konkep Cecep Trisnajayadi, Kepala Bidang (Kabid) Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Sultra, Aminoto, Kepala Biro Hukum Dinas Pertambangan Buton, Radjilun.

Sementara dari pihak swasta yang pernah diperiksa, Bendahara DPW PAN Sultra sekaligus pemilik PT Sultra Timbel Mas Robby Ardian Pondiu, Direktur UD Maju Kendari, Jeri Cindarma, Direktur Untung Anaugi, Abraham Untung beserta sang anak, Direktur PT Sultra Timbel Emas Maulana Tomas Mosori serta Sutomo dan Risma dari Bank Mandiri Kendari.

Berdasarkan pengakuan Atiqurrahman pemeriksaan KPK itu terkait dengan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.

"Ada sekitar sepuluh lebih pertanyaan yang diberikan oleh penyidik. Di antaranya izin yang dikeluarkan Gubernur Sultra Nur Alam kepada PT AHB," ucap Atikurahman usai diperiksa KPK pada November 2015 lalu.[rgu/rmol]

Sudah Diberlakukan, Parkir Sembarangan Bakal Kena Tilang Elektronik di Medan

Sebelumnya

Perkosa Banyak Pria, Pelajar Indonesia Reynhard Sinaga Dihukum Seumur Hidup Di Inggris

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum