post image
KOMENTAR
Pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu sepakat, eks narapidana korupsi, kejahatan seksual dan bandar narkoba dilarang ikut pilkada. Tapi anehnya, masih saja ada parpol yang memberi rekomendasi untuk calon model begini. Karena itu jagad Twitter pun bereaksi keras.

Kesepakatan di atas akan dituangkan dalam bentuk Peraturan KPU. Finalisasinya akan dibahas hari ini dalam Rapat Konsultasi antara KPU, Bawaslu, Komisi II DPRdan pemerintah, tentang Rancangan PKPU No 5 tentang Pencalonan Kepala Daerah, perubahan terhadap PKPU No 9/2016.

Menurut Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto, sebenarnya dipasal yang mengatur tentang terpidana ini ada 3 substansi yaitu, boleh atau tidak terpidana yang sudah mendapatkan hukuman dan berkekuatan hukum tetap mencalonkan sebagai kepala daerah.

Jawabannya positif. Anggota Komisi II dan fraksi-fraksi, pemerintah, Bawaslu dan KPU sepakat dan tidak ada perbedaan pendapat. Mereka mengamini bekas napi korupsi, narkoba dan kejahatan seksual 'haram' ikut Pilkada.

Tapi anehnya, masih saja ada parpol yang memberi rekomendasi kepada calon kepala daerah model begini. Contohnya Partai Demokrat yang sudah mengeluarkan rekomendasi terhadap calon walikota Kendari, Muhammad Zayat Kaimoeddin alias Derik.

Padahal, Derik pernah tersandung korupsi proyek peningkatan mutu SLTP di Dinas P dan K Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2003. Putusan kasasi Mahkamah Agung tahun 2004 telah menyatakan, Derik terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan dihukum 2 tahun penjara, denda Rp 50 juta dan membayar uang pengganti Rp 365 juta.

Namun entah kenapa, Demokrat tetap memberikan rekomendasi buat Derik. Menurut Ketua DPD Demokrat Sulawesi Tenggara, Muhammad Endang surat rekomendasi itu diteken langsung oleh Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sekjen Hinca Pandjaitan.

Selain Demokrat, PDIP dikabarkan juga bakal memberikan rekomendasi buat Derik. Ini lantaran DPP PDIP mengundang Derik mengikuti Sekolah Partai Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Undangan ini hanya diberikan kepada kandidat Pilkada yang didukung oleh PDIP.

Peneliti senior Formappi, Lucius Karus menilai, partai politik (parpol) yang mencalonkan eks narapidana korupsi untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) menunjukkan komitmen dan semangat yang lemah terhadap pemberantasan korupsi.

"Parpol yang mencalonkan eks napi korupsi sebagai calon kepala daerah menunjukkan kelemahannya dalam semangat antikorupsi. Parpol belum merasa bahwa korupsi merupakan persoalan moral serius, suatu penyakit kepribadian yang akut," ujarnya.

Pengamat Hukum Universitas Parahyangan Bandung Prof. Asep Warlan Yusuf menyebut parpol yang mengusung eks napi korupsi sebagai calon kepala daerah tidak punya moral. "Kita curiga, jangan-jangan di balik pencalonannya ada mahar besar, deal jabatan, proyek atau lainnya di kemudian hari," ujarnya.

Menurut Prof. Warlan, partai pengusung bekas koruptor tidak mempertimbangkan pengunaan uang rakyat untuk mendapatkan pemimpin terbaik. "Pilkada itu didanai APBD yang notabene adalah uang rakyat. Mestinya haram menggunakan uang rakyat untuk membiayai seseorang yang pernah korupsi menjadi pemimpinnya," katanya.

Netizen pun bersuara keras. Di Kompasiana, Akun Suyono Apol berkomentar "Partai pengusungnya itu benar-benar nekat juga, satu himpunan manusia yang setipe dengan para calon tersebut. Ini ujian buat sistem demokrasi kita, apakah rakyat akan memilih mereka tidak. Kita amati saja."

@Lady 1402 menyatakan, "Ga heran praktek korupsi susah hilang di negara ini. Yang bekas napi korupsi aja ga segan-segan nyalon dan didukung oleh parpol juga."

@Mariam Umm berkomentar "terlepas apapun motif mereka ikutan pilkada tetap saja aku ogah milih dia..."

Sementara, akun @rian_andespen meminta pemimpin parpol tidak mengusung jagoan yang bermasalah. "Pak @SBYudhoyono dan Bu Mega, janganlah usung kepala daerah yang moralnya bejat."

Akun Mike Reyssent ikut menimpali "Wuih enaknya... buat ikut pilkada, terus diambil balik dari duit rakyat berikut bunga, abis itu masuk penjara, keluar duitnya masih banyak, buat nyuap rakyat dan partai lagi biar bisa jadi pemimpin lagi, abis itu nyolong lagi... Siapa yang tanggung jawab?"

Pemilik akun Shita R.Rahutomo mengatakan pemimpin tidak memiliki hati nurani kalau mengusung koruptor di Pilkada. "menyedihkan,.... apa hati nurani sudah tak laku di negara ini? Rakyat yang mau milih mereka juga turut berperan merusak Indonesia."

Sementara, netizen Jonathan panjaitan berkicau "Saya yakin jika mereka terpilih lagi, maka mereka tidak akan mengulangi hal/kesalahan yang sama. Mereka pasti akan melakukan metode yang baru agar pola korupsinya TIDAK ketahuan oleh publik atau KPK."

Di Facebook juga beredar surat terbuka untuk Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Wiranto.

Isinya meminta agar mereka mencabut atau tidak memberikan rekomendasi kepada Derik. "Lewat surat terbuka ini, kami bermimpi kiranya kita semua dan terkhusus kepada bapak ibu yang katanya punya komitmen pemberantasan korupsi, kiranya tak mengusung calon pemimpin di daerah yang pernah dijerat kasus korupsi," tulis pemilik akun bernama Lakidende Depa Parlente.

"Di kota kami Kendari, kami kaget ketika parpol yang bapak ibu pimpin tiba tiba punya niat mengusung calon pemimpin daerah yang terbukti pernah dijatuhi hukuman tindak pidana korupsi," tambahnya.

Selain kasus korupsi, nama Derik juga pernah diadukan oleh bawahannya sendiri karena menganggu isteri orang, bahkan diduga keras telah melakukan tindakan amoral perzinahan. Olehnya, melalui surat terbuka itu, dia berharap agar pemberantasan korups di negara ini bisa terwujud dan dimulai dari daerah. [rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa