post image
KOMENTAR
Pemerintahan Joko Widodo mengeluarkan dua aturan yang dianggap ilegal. Pertama, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2016 untuk melakukan penghematan atau mutilasi anggaran di 83 kementerian/lembaga dalam APBN-P 2016. Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang penundaan penyularan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2016.

"Dan yang aneh bin lucu, ada alokasi anggaran untuk dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia sebesar Rp 23.3 triliun yang pencairan ditunda," kata Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Rabu (7/9).

Kemudian, lanjut Uchok, dasar Inpres dan Permenkeu bisa disebut ilegal karena melanggar salah satunya peraturan yakni UU Nomor 17/2003 tentang Keuangaan Negara.

"Seharusnya, sebelum melakukan mutilasi anggaran, Presiden Jokowi lebih dulu sowan ke DPR untuk minta izin dan melakukan pembahasan anggaran," imbuhnya.

Menurut Uchok, akibat Pemerintahan Jokowi belum dapat izin dari DPR untuk melakukan mutilasi anggaran 83 kementerian/lembaga, penundaan DAU untuk 169 daerah, dan dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia, maka diduga Jokowi melakukan penyalahgunaan kewenangaan. Pemerintahan Jokowi juga telah menghina Parlemen sebagai mitra kerja dalam pembahasan anggaran.

Kemudian, hal lain akibat dampak dari peraturan ilegal ini adalah, rakyat bisa dirugikan karena alokasi anggaran sebesar Rp 64.7 triliun untuk 83 kementerian/lembaga negara dipotong tanpa alasan yang jelas. Selanjutnya, Permenkeu penundaan penyularan DAU untuk 169 daerah sebesar Rp.19.4 triliun juga tidak boleh dilakukan Menkeu sebelum ada persetujuan dari DPR yang punya hak anggaran dan pengawasan.

"Mentang-mentang punya kuasa, asal main mutilasi anggaran saja," sebut Uchok.

Diketahui, DAU adalah tanggungjawab pemerintah pusat kepada daerah. Karena DAU ini untuk dipergunakan membayar gaji pegawai di daerah. Kalau pemerintah pusat, melakukan mutilasi DAU sebesar Rp 19.4 triliun, maka sama saja pemerintah pusat tidak mau bertanggungjawab kepada pegawai negeri mereka di daerah, dan memberikan tanggungjawab tersebut kepada kepala daerah.

"Hal ini juga akan berakibat, pemerintah daerah bisa bisa menuju kebangkrutan, dan akan banyak anggaran dan program pemda untuk pelayanan publik akan ditunda atau hilang lantaran anggaran dialihkan dulu untuk bayar gaji pegawai," Uchok.

Terakhir, Uchok meminta DPR untuk segera menekan Presiden Jokowi agar mencabut dua peraturan ilegal tersebut. Kalau Jokowi tidak bersedia, DPR wajib menyurati Kepala Negara dalam bentuk hak interpelasi DPR, agar Jokowi kapok, dan menyesal mengeluarkan peraturan hukum yang tidak sesuai mekanis UU dan tertib administrasi.

"Kedua, meminta kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo jangan diam saja, atau pura-pura tidak tahu. Harus bantu pemerintah daerah untuk melakukan gugatan kepada Menteri Keuangaan atas penundaan DAU," tukas Uchok.[rgu/rmol]

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Sebelumnya

Delapan Butir Maklumat KAMI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini