post image
KOMENTAR
Pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra, mengaku sudah bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono jelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Bahkan, pertemuan tersebut sering dilakukan.

"Sudah berkali-kali," jelas Yusril seperti dilansir RMOL.co

Dalam setiap perbincangan, bahkan sejak awal, yang dibahas adalah keadaan ekonomi, sosial dan politik saat ini dan ke depan. Keduanya menilai negara dalam ancaman hegemoni asing karena itu harus berjuang bersama untuk mengantisipasi dan sekaligus untuk menegakkan kedaulatan negara.

"Terakhir beliau mengatakan saya perlu Pak Yusril untuk melawannya," sambung mantan Menteri Sekretaris Negara ini.

Setelah itu, karena SBY harus pergi keluar negeri, Yusril diminta untuk membangun komunikasi politik dengan sejumlah partai politik. Terutama, PPP, PKB dan PAN. "Beliau ke luar negeri, saya dekati partai lain," ungkap Yusril.

Meski pada awalnya ada perbedaan, sambung Yusril, akhirnya tiga partai tersebut sepakat untuk mengusungnya. Namun, dalam perkembangannya, SBY malah berkata sebaliknya. "Mana yang benar, kita bingung juga jadinya," ucap Yusril sambil tertawa kecil.

Dalam keadaan waktu yang sudah mendesak, sementara masih ada perbedaan pendapat di antara keempat tersebut, SBY mengusulkan anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai calon gubernur. Sepengetahuan Yusril, peserta koalisi itu kaget.

"Menjelang akhir tidak bisa berbuat lagi. Nggak ada pilihan kecuali (PPP, PKB, dan PAN) menerima," bebernya.

Padahal, berdasarkan survei terakhir CNN, elektabilitas Yusril sudah mencapai 47 persen meski belum dapat dukungan resmi dari partai. Jauh di atas Sandiaga S. Uno, yang sudah didukung Gerindra, apalagi Agus Harimurti. Elektabilitas Yusril tersebut mestinya sudah bisa menjadi modal melawan petahana.

"Tapi akhirnya, kan yang terjadi egoisme dan kepentingan perseorangan yang mengedepan dibanding perjuangan bersama. Ujungnya ada agenda terselubung," kata Yusril.

Dia juga melihat ada kekuatan lain yang menyeting agar petahana mendapat lawan lemah. Meski begitu, dia menerima, keputusan SBY dan koalisinya. "Tidak apa-apa, semua ini mengandung hikmah dan pelajaran," ucapnya.

Namun, apa yang dialaminya ini, mengingatkannya terhadap figur yang ia hormati, Mohammad Natsir. Dalam satu kesempatan, tokoh Masyumi tersebut menyatakan "kita terlalu ikhlas dalam politik, terlalu percaya dengan orang lain dan merasa orang lain sebaik kita." Padahal, kenyataanya tidak selalu demikian.

"Air susu dibalas air tuba yang terjadi," jelas Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini.

Karena dalam perjalanan politik sebelumnya, Yusril sudah acapkali mengubur ambisi pribadi demi kepentingan yang lebih besar. Pada tahun 1999 misalnya, dia mundur agar Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden RI. Padahal dalam hitungan-hitungan itu, suara Yusril bisa lebih tinggi dibanding Gus Dur.

Begitu juga pada saat pemilihan calon wakil presiden 2001 untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri setelah Gus Dur lengser. Yusril tak mencalonkan diri untuk memberi kesempatan kepada Ketua Umum PPP Hamzah Haz. Bahkan tanpa dukungan Partai Bulan Bintang pada saat Pilpres 2004, SBY tak bisa maju sebagai calon Presiden.

"Saya memetik hikmah dan sekaligus introspeksi atas semua yang terjadi," sambungnya.

Meski begitu, bukan berarti Yusril kecewa berat lalu tak peduli dengan proses maupun hasil Pilkada DKI 2017 nanti. Dia tetap mengikuti karena tetap konsen dengan perjuangan bersama. Meski diakuinya, tentu tidak se-full seperti kalau dirinya yang maju sebagai calon.

"Harapan yang tersisa sudah terlalu minimal. Kalau sekiranya tokoh melawan petahana dan kekuatan politik dan ekonomi di belakangnya sebanding, kita akan sepenuh hati. Karena kita harap perubahan," ucapnya.

Namun sebelum melakukan langkah berikutnya, dia juga akan mengamati. Apakah calon yang diusung para lawan Ahok, termasuk Partai Gerindra dan PKS, serius melakukan perubahan di Jakarta.

Kalau menyiapkan calon hanya untuk kalah, apalagi ada transaksi di belakangnya agar Ahok mudah memenangkan Pilgub, Yusril ogah mendukung.

"Saya sih ingit melihat. Kalau murni kita akan bantu. Tapi kalau ada hitung-hitungan politik atau transaksional (di belakangnya), untuk apa (mendukung)," tandasnya.[rgu/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa