post image
KOMENTAR
Etika politik sudah runtuh ketika Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, kembali menduduki jabatan Ketua DPR RI setelah melengserkan Ade Komarudin.

Bangunan etika yang pernah didirikan oleh sesepuh Partai Golkar, B.J. Habibie, pada masa lampau, juga telah pupus. Kesepakatannya adalah ketua partai tidak boleh menjabat pada posisi pemerintahan.

"Proses kembalinya SN (Setya Novanto) sebagai Ketua DPR RI telah meruntuhkan bangunan etika politik dan mengajarkan kepada rakyat bahwa kuasa elite partai lebih kuat daripada menjaga politik etis," kata Koordinator Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Andrian Habibi.

Seharusnya, ketua umum parpol bertugas mengurus parpol dan membangun tata kelola parpol modern. Selain itu, ia bisa menyerahkan posisi jabatan eksekutif dan legislatif kepada kader parpolnya. Semua ketua umum parpol saat ini harus menanggalkan jabatan di eksekutif dan legislatif, dan menyerahkannya kepada kader partai dengan mekanisme yang transparan.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI juga mesti lebih adil dan bijaksana untuk menjaga marwah DPR.

"Seharusnya MKD memiliki standar operasional prosedur yang jelas untuk menerima laporan masyarakat dan menyidang setiap anggota parlemen. Bila sudah memutuskan seorang anggota Dewan telah melanggar etik kedewanan, pelanggar harus meminta maaf kepada rakyat dan mengundurkan diri sehingga proses PAW langsung diurus oleh partai," lanjut Andrian.

KIPP juga meminta kepada seluruh ketua umum parpol untuk menyatakan alasan menerima jabatan publik baik di pemerintahan maupun di alat kelengkapan DPR, kepada rakyat. Alasan tersebut sebagai bentuk kepedulian bahwa rakyat berhak tahu alasan mereka bertugas sebagai pejabat publik sekaligus memimpin parpol. [hta/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa