post image
KOMENTAR
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, berpotensi dijerat dengan Pasal 28 ayat 1 atau 2 dan Pasal 45 ayat 2 dari UU 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Hal itu disebabkan pernyataannya yang dianggap menyebar fitnah atau ujaran kebencian menyangkut desain lembaran mata uang RI.

Jika memenuhi unsur pidana dan terbukti bersalah, Rizieq terancam pidana maksimal enam tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

"Pelaporan (kasus) ada. Nanti kami tuduhkan Pasal 28 ayat 1 ITE. Itu ujaran kebencian dan kebohongan," tegas Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Pol M. Iriawan, di kantornya, Jakarta, Rabu (11/1).

Iriawan menegaskan bahwa kepolisian serius menelusuri dugaan fitnah dan penyebaran kebencian yang dilakukan Rizieq.

"Nanti akan kami lengkapi itu. Tentu prosesnya akan melalui gelar perkara," terang mantan Kadiv Propam Polri itu.

Rizieq diduga menyebarkan fitnah dengan menyebut ada logo komunisme (palu dan arit) di lembaran uang rupiah keluaran Bank Indonesia (BI). Padahal, logo yang dikiranya palu arit itu adalah unsur pengaman yang disebut sebagai Rectoverso atau gambar saling isi. Rectoverso pada uang kertas Rupiah dapat dilihat pada bagian depan uang di sudut kiri atas di bawah angka nominal. Juga pada bagian belakang uang di sudut kanan atas di bawah nomor seri.

Rectoverso adalah suatu teknik cetak khusus pada uang kertas di mana pada posisi yang sama dan saling membelakangi di bagian depan dan bagian belakang uang kertas terdapat suatu ornamen khusus seperti gambar tidak beraturan.

Kapolda melanjutkan, BI mengadakan ada perubahan sistem pengamanan di mata uang baru yang dinamakan rectoverso. Sehingga, apa yang dipermasalahkan Rizieq akan dikroscek ke saksi ahli dari pihak BI.

"Jadi, itu bukan berlambang palu arit. Ada dua mata sisi yang berbeda. Kalau diterawang, akan terlihat lambang BI. Silakan diliat. Nanti ahli akan kami periksa. Mereka yang menentukan," pungkas mantan Kapolda Jawa Barat tersebut.

Sebelumnya, pihak BI telah mengklarifikasi polemik rectoverso di uang kertas Rp 100 ribu dan nominal lainnya.

"(Rectoverso) itu paling susah ditiru. Abstrak dan susah ditebak. Tujuannya, supaya saat diterawang dari depan atau belakang terdapat  logo BI yang berhimpit," jelas Analis Ekonomi Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Supriadi.

Selain rectoverso, ada beberapa unsur pengaman lainnya agar uang tidak mudah dipalsukan. Antara lain, cetak dalam (intaglio) berupa angka yang dicetak kasar, tinta berubah warna, tulisan mikro (micro text), gambar tersembunyi, hingga cetakan tidak kasat mata (invisible ink). [hta/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa