post image
KOMENTAR
Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu menegaskan aturan baru terkait penyertaan saham pemda di perusahaan kontraktor migas yang beroperasi di daerahnya sebesar 10 persen tak akan terpenuhi. Gus Irawan Pasaribu, ketua Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup mengungkapkan hal itu kepada wartawan di Medan, Rabu (1/2), terkait Peraturan Menteri ESDM No. 37 tahun 2016 tentang kontraktor migas yang akan mengelola wilayah kerja diwajibkan menawarkan saham 10 persen kepada BUMD.

"Jadi setiap ada kontrakkor migas dan beroperasi di satu daerah maka wajib menawarkan sahamnya 10 persen ke BUMD atau ke pemerintah daerah setempat," kata Gus.

Peraturan menteri ini memang membatasi daerah hanya boleh dapat 10 persen dari kegiatan operasional Migas. Memang sepertinya jumlah itu akan relatif. Tapi saya mau katakan, faktanya 10 persen itu tak akan mampu dipenuhi oleh banyak pemerintah daerah. Mau dari mana uangnya," kata Gus.

Ini bukan soal 10 persen yang harus dipenuhi tapi dari mana mereka bisa menyetorkan uang kepemilikan saham 10 persen terhadap perusahaan migas, katanya lagi.

"Kalau melihat kondisi ini saya malah lebih cenderung adalah cara pemerintah pusat mencari solusi agar kepemilikan 10 persen itu bisa dipenuhi pemerintah daerah. Jika perlu pemerintah pusat memfasilitasi daerah agar menyiapkan dana penyertaan saja," ujarnya.

"Kita tahu sendirilah bagaimana kondisi keuangan pemerintah daerah sekarang. Ingatlah dulu soal Inalum, sampai sekarang kan yang saya tahu saham pemerintah provinsi Sumut di situ masih nol. Karena tidak ada uang Pemprovsu untuk menyertakan modalnya," kata dia.

Provinsi kita ini kan keuangannya defisit dan banyak utang kemana-mana. Bagaimana mereka mau menyetorkan uang untuk penyertaan saham di Inalum. Itu yang saya tahu ya. Soal 10 persen jatah daerah saya fikir sudah ‘make sense’ lah. Sudah sesuailah itu. Asal memang ada uang untuk penyertaan modal," ujarnya.

Gus Irawan Pasaribu yang juga wakil ketua Fraksi Gerindra di Komisi VII DPR-RI ini menyatakan lebih penting pemerintah pusat membuat terobosan agar pemda bisa memenuhi yang 10 persen. "Sebab memang mereka tidak punya uang," tuturnya.

Misalnya dengan cara di satu sisi saham pemerintah daerah dicatat sebagai utang, kemudian nanti saat pembagian deviden baru dipotong. "Jadi penyertaan sahamnya dalam bentuk kewajiban (utang). Sebab memang harus pemeritah daerah yang setor ke perusahaan kontraktor migas supaya dapat saham,"

"Ketentuannya tentu saja penyertaan modal itu harus setoran dana lansung. Jika itu berbentuk uang cash saya yakin pemerintah daerah banyak yang tidak mampu. Bagaimana mereka menyediakan dana dalam jumlah besar sementara keuangannya pun defisit atau malah utang sana-sini," tuturnya.

Penyertaan modal ini tidak bisa disiasati dengan menanamkan saham kosong. Jadi penegasannya adalah bukan pada ukuran angka 10 persen yang menjadi kepemilikan. Tapi pada bagaimana pemerintah daerah bisa menyanggupi menyetorkan modal," kata Gus Irawan.

Dia menginginkan aturan ini bisa diakomodasi oleh pemerintah daerah dengan difasilitasi pusat bagaimana caranya agar perusahaan kontraktor migas berkontribusi ke daerah. "Sekali lagi jangan fokus di angka 10 persen. Karena semakin besar nilai proyek migas di satu daerah tentu setoran penyertaan 10 persen itu akan semakin besar," demikian Gus Irawan.[rgu]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi