post image
KOMENTAR
Komisi II DPR RI beda pendapat soal waktu yang tepat untuk fit and proper test calon pimpinan KPU RI dan Bawaslu RI yang disodorkan pemerintah.
Anggota Komisi II, Rahmat Hamka, tidak setuju dengan penolakan Wakil ketua Komisi II DPR, Lukman Edy, untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan sampai RUU Penyelanggaraan Pemilu (RUU Pemilu) dirampungkan DPR.

"Harusnya, dalam melaksanakan Tupoksi, Komisi II tetap berpedoman terhadap aturan yang berlaku. Tidak boleh terbelenggu oleh peraturan yang akan dan masih dalam proses. Ini hal penting yang harus menjadi landasan," ucap Rahmat Hamka.

Menurut Rahmat, pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, dan sudah menyodorkan 14 nama calon komisioner KPU dan 10 nama calon komisioner Bawaslu. Maka, kini tugas DPR untuk mengerucutkan nama-nama itu menjadi tujuh orang komisioner KPU dan lima orang komisioner Bawaslu.

"Ketika pemerintah sudah melaksanakan kewajibannya untuk memproses calon komisioner KPU dan Bawaslu, maka harus dihormati. Sebab, seleksi yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan amanat undang-undang," kata politikus asal Kalimantan Tengah ini.

Sebelumnya, Lukman bersikap, fit and proper test terhadap calon komisioner KPU dan Bawaslu perlu ditunda karena ada kemungkinan perubahan aturan segala hal yang berkaitan dengan Pemilu lewat revisi UU Pemilu yang sedang dibahas di DPR.

Salah satu usul perubahan yang mencolok mengenai jumlah komisioner. Saat ini berkembang wacana untuk menambah jumlah komisioner KPU dan Bawaslu. Karena itu, Lukman ingin fit and proper test dilakukan setelah revisi UU Pemilu selesai.

Tapi, Rahmat menegaskan, revisi UU Pemilu tidak bisa jadi alasan untuk menunda fit and proper test. Alasannya, masa bakti para pimpinan KPU dan Bawaslu yang sekarang sudah akan habis. Jika diundur, bisa terjadi kekosongan yang akan menghambat tahapan Pemilu.

"Revisi yang dilakukan terhadap UU Penyelenggara Pemilu jangan jadi penghalang untuk penentuan komisioner KPU dan Bawaslu yang baru. Sebab, harus ada pengganti sebelum masa bakti komisioner KPU dan Bawaslu saat ini selesai," ucapnya.

Dia ingatkan, revisi UU Pemilu mesti mencerminkan kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Jika ada perubahan krusial yang berdampak pada kelembagaan penyelenggara Pemilu, baik DPR maupun pemerintah mesti memiliki kesepahaman.

"Pemerintah dan DPR harus bertemu dulu. Tidak boleh DPR sepihak menolak hal yang telah diproses dan dijalankan pemerintah yang didasarkan pada aturan yang ada," tegas Rahmat.[rgu/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa