post image
KOMENTAR
PT Perkebunan Nusantara IV disingkat PTPN IV adalah sebuah perusahaan perseroan (Persero) BUMN bergerak di bidang perkebunan, seperti kelapa sawit, teh dan kakao, dengan lokasi berada di Provinsi Sumatera Utara. BUMN plat merah ini merupakan hasil peleburan dari 3 perusahaan perkebunan (Persero), yakni PT Perkebunan VI, VII dan VIII, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1996, di mana secara administrasi dan berdasarkan kesepakatan bersama, mengharuskan mereka menyatu dalam rangka efisiensi dan efektifitas perusahaan. Pada masa sebelum berfusi atau bergabung, perusahaan perkebunan yang beroperasi di Provinsi Sumatera Utara kala itu mencapai 8 perusahaan perkebunan  (Persero) – mulai dari PT Perkebunan II (Persero) sampai PT Perkebunan IX (Persero) – dengan beragam komoditi perkebunan yang dihasilkan. Sejarah mencatat, PT Perkebunan (PTP) itu sendiri, awalnya bernama Perusahaan Negara Perkebunan (PNP).

Persaingan bisnis agroindustri yang semakin kompetitif dan kualitatif, mengharuskan pelaku usaha bidang perkebunan dituntut untuk berinovasi dari mulai industri hulu sampai hilir. Bukan hanya menyediakan bahan baku semata, namun di sisi lain, harus mampu menghasilkan produk olahan bermutu tinggi beserta turunannya agar punya nilai jual lebih di pasaran. Nilai tambah produk olahan ini dapat menciptakan pangsa pasar dan menghasilkan income untuk menambah pundi-pundi keuangan perusahaan. Untuk itu, diperlukan terobosan-terobosan baru dalam membangun kekuatan dengan cara mencari jalan melakukan riset-riset pasar, menemukan produk-produk unggulan, membuat kebijakan perusahaan yang efisien bukan hanya dari segi operasional anggaran, akan tetapi juga dalam pola dan alur aturan kerja, membuka seluas-luasnya akses kemitraan serta membangun networking di tingkat lokal, regional, nasional maupun pada tataran global.

Itu semua, memerlukan visi dan misi yang jelas, terukur dan perlu proses, melibatkan seluruh komponen perusahaan, mulai dari karyawan pelaksana, karyawan pimpinan, manager, direksi, komisaris dan tentu saja Kementerian BUMN Republik Indonesia. Pola dan struktur kerja dibangun dalam rangka action plan dari visi dan misi yang telah disepakati bersama tadi, dieksekusi secara utuh, menyeluruh dan pastinya dengan tanggung jawab. Penjabaran visi misi perusahaan, dirumuskan dan diputuskan secara matang dan penuh perhitungan, melibatkan indikator-indikator ekonomi tentunya.
                                                                          
Malpraktek Kerja Institusi

Etos dan budaya kerja perusahaan perkebunan milik pemerintah selama ini, sering menjadi pertanyaan publik. Hal itu pula penyebab, mengapa perusahaan plat merah ini melakukan fusi. Etos dan budaya kerja yang dibangun dan terbentuk selama ini, tidak menghasilkan sebuah etos kerja keras, tangguh, visioner, ulet, penuh inovasi, jujur dan bertanggung jawab penuh. Budaya feodalisme dan "malas" bekerja telah melekat dalam kultur perusahaan. Faktor sejarah dan tata kelola yang salah selama ini, menghasilkan adigium bahwa perusahaan BUMN adalah perusahaan subsidi negara. Konotasi feodalisme dan subsidi-isme memunculkan rasa tidak ingin bekerja secara profesional dalam diri karyawan BUMN, khususnya perusahaan perkebunan. Wajar, bila banyak BUMN perkebunan, dalam laporan keuangannya umumnya merugi.

Budaya subsidi untuk kelangsungan perusahaan perkebunan ini, menanamkan rasa tidak peduli untuk bekerja secara optimal dan maksimal. Perilaku konsumtif yang ditunjukkan pejabat, pada level direksi maupun komisaris mengakibatkan roda perusahaan tidak berjalan pada jalur yang tepat. Bahkan, perusahaan berjalan seperti pola atau model bekerja Pemerintah Daerah (Pemda).

Inilah faktor utama selain banyak faktor, penyebab daya saing perusahaan perkebunan milik pemerintah, utamanya di Sumatera Utara boleh dikatakan lemah. Bertahun-tahun perusahaan perkebunan di bawah Kementerian BUMN kerap merugi. Sementara itu, perusahaan perkebunan swasta memperoleh keuntungan cukup significant, ditandai semakin banyaknya perkebunan swasta berdiri mengibarkan bendera perusahaannya.
Malpraktek kerja yang dilakukan perusahaan perkebunan BUMN selama ini, menjadi tanda tanya besar publik bahkan para pelaku bisnis. Mengapa sebuah perusahaan terus merugi? Bila merugi, di mana letak kerugiannya dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya? Jika memang terus merugi, mengapa tidak ditutup saja? Pertanyaan sederhana dan mendasar ini muncul sebagai respon publik terhadap kinerja buruk perusahaan perkebunan milik BUMN tadi. 
       
Core Values dan Budaya Korporasi

Menjadi rahasia umum dan tidak perlu disangkal lagi bahwa budaya perusahaan yang dibangun oleh perusahaan perkebunan BUMN berdampak negatif bagi kinerja institusi. Budaya korporasi yang dibentuk, yang berorientasi dan berdasarkan feodalisme, subsidi-isme, nepotisme, kolusi-isme dan korupsi-isme, akhirnya membawa petaka bagi kemajuan perusahaan. Praktik menyimpang ini jadi momok tersendiri bagi para pengelola. Di tengah persaingan sengit dan instabilitas perekonomian dunia, persoalan tata kelola BUMN perkebunan mencapai puncaknya dengan segudang permasalahan, seperti SDM dengan kualitas cukup memprihatinkan, kemampuan manajerial tidak optimal, tingginya angka kerugian akibat kebocoran dalam operasional kerja, produk olahan dan turunan sangat minim, lambannya proses pembangunan pabrik olahan hasil perkebunan, lemah dalam membangun jaringan bisnis dan pemasaran serta ketidakpedulian terhadap asset perusahaan.

Mengingat begitu pentingnya membangun budaya korporasi yang mumpuni, terkait kemajuan sebagai sebuah perusahaan negara, PTPN IV sebagai pelaku komersial dalam kompetisi bisnis global, dirasa perlu mengadopsi nilai-nilai teras (utama) atau Core Values, antara lain : (1) Integrity, (2) Respect, (3) Open-Mindedness, (4) Accountability, (5) Professionalism, (6) Meritocracy, (7) Teamwork, (8) Creativity, (9) Social Responsibility. Dengan menanamkan nilai-nilai utama tersebut, dalam setiap gerak dan langkah perusahaan, diharapkan akan terbentuk budaya korporasi handal dalam tubuh PTPN IV, berdaya saing dan menjadi petarung kuat, sejajar dengan perusahaan top sejenis.

Membudayakan nilai-nilai integritas, hormat (tanggap), berpikiran luas dan terbuka, bertanggungjawab, profesional dalam bekerja, meritokrasi (reward and punishment), semangat kerjasama tim yang kompak dan solid, kreatif serta mempunyai rasa tanggung jawab sosial tinggi, akan melahirkan budaya kerja institusi yang sehat, kuat, prima dan berdaya saing tinggi. Dengan transformasi budaya kerja sesuai Core Values yang ada, tidak mustahil akan menghasilkan capaian sebagai perusahaan plat merah yang masuk bursa saham pada tahun 2018, seperti yang telah direncanakan perusahaan jauh-jauh hari.
Untuk mewujudkan cita-cita sebagai perusahaan berkelas dunia dan menjadi pelaku bisnis agroindustri yang disegani serta bereputasi, perlu komitmen menyeluruh setiap unit pada masing-masing bidang, baik pada tataran karyawan pelaksana, karyawan pimpinan, manager, direksi maupun komisaris dengan bekerja keras dan ulet menggali potensi serta mencari inovasi baru guna menjadikan PTPN IV sebagai Pengemban Amanah Negara, yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang profit minded.  
                                
Azas Kekeluargaan

Menghadapi persaingan global yang kian ketat dan sengit, menuntut adanya soliditas teamwork, seperti tertera dalam sembilan (9) butir Core Values. Teamwork ini, pada hakekatnya terkandung dalam Undang Undang Dasar 1945, Pasal 33 Ayat 1, yang bunyinya “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Dengan memosisikan perusahaan seperti sebuah keluarga, maka kekuataan perusahaan akan semakin kokoh.

Ambil contoh, bagaimana performa perusahaan Jepang bekerja sebagai sebuah institusi keluarga. Perusahaan-perusahaan negeri matahari terbit itu, dibangun berlandaskan hubungan kekeluargaan yang erat, dekat, patuh dan taat, sehingga loyalitas terhadap perusahaan tidak diragukan lagi. Raksasa otomotif dunia misalnya, seperti Honda, Toyota, Suzuki, Yamaha menjadi bukti, betapa dahsyatnya kekuatan ikatan sebuah keluarga menjadi pilar penentu kemajuan perusahaan. Jarang kita dengar terjadi migrasi pekerja pada perusahaan Jepang. Bahkan perusahaan internasional sekelas Adidas sebagai ikon perusahaan olahraga dunia, juga beranjak dari sebuah keluarga. Kesuksesan itu pula yang diraih PT Indofood Sukses Makmur, perusahaan makanan nasional, yang telah menginternasional, dengan menempatkan nilai-nilai dan prinsip kekeluargaan sebagai perekat kuat membangun kerajaan bisnisnya.

Memandang begitu pentingnya nilai-nilai kekeluargaan untuk diramu, didisain, dibangun, dikembangkan dan diarahkan menjadi sebuah kekuatan dan keunggulan, tidak mustahil suatu saat, PTPN IV muncul menjadi sebuah perusahaan raksasa, merambah bisnis agroindustri mulai dari hilir sampai hulu. Dengan sembilan poin Core Value tadi, setidaknya dapat mengarahkan perusahaan untuk tampil ke depan dengan wajah dan format nilai-nilai kebaruan. Itu semua, menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi pemangku kebijakan, baik berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan PTPN IV sebagai anak usaha BUMN.

Act Locally Think Globally

PTPN IV sebagai perusahaan negara yang bergerak di bidang bisnis perkebunan, berlokasi di Provinsi Sumatera Utara, pada hakekatnya punya kelebihan dan ciri khas kedaerahan yang melekat kuat, yang dapat dihandalkan. Branding sebagai daerah perkebunan, seharusnya menjadi faktor utama dalam membentuk karakter perusahaan, di mana ikon sebagai bekas perusahaan perkebunan warisan Belanda, dapat menjadi daya tarik publik dan punya nilai komersialisasi tinggi bila dikelola dengan baik dan benar. Daya tarik dan nilai komersialisasi perusahaan perkebunan yang pernah bernaung di bawah bendera dan managemen VOC Belanda, menjadi nilai plus membangun citra positif perusahaan ke depan bahwa perusahaan perkebunan milik negara ini, pada dasarnya punya kelas karena dulu pernah dikelola secara profesional dan beroperasi secara global.

Dari catatan sejarah dan kondisi faktual ini, mestinya membawa nilai jual tersendiri bagi PTPN IV sebagai local branding company, sebab pada dasarnya PTPN IV sekarang, awalnya dikelola tangan-tangan profesional handal di bidangnya. Terbukti, di masa VOC Belanda, hasil-hasil perkebunan Indonesia menemukan masa keemasannya dengan beragam komoditi yang mendunia.

Seiring waktu berjalan, bergabungnya 3 perusahaan perkebunan milik negara pada 1996, maka PTPN IV dengan format dan status barunya saat ini, kiranya perlu mengadaptasi konsep Act Locally Think Globally sebagai tagline perusahaan modern, maju, inovatif dan dinamis. Dengan bertindak lokal dan berpikiran global, nantinya profile PTPN IV disetting sebagai perusahaan lokal dengan kemampuan global sesuai keinginan pemangku kebijakan perusahaan. Tentu, niat dan keinginan sebagai pelaku bisnis global, mestinya direspon aktif dan positif pemerintah pusat, dalam hal ini tentunya Kementerian BUMN RI.
  
Doa dan Harapan

Di usia yang ke-21 – PTPN IV berdiri pada 11 Maret 1996 tertuang dalam Akta Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor 37 – diharapkan dan dinantikan kiprahnya sebagai sebuah perusahaan perkebunan milik negara, dengan komitmen penuh membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Di samping itu, dapat membawa harum nama bangsa dan negara pada tataran dan level bisnis dunia.
Di tengah suasana hati yang diliputi rasa bahagia dan penuh suka cita, melalui media ini, kepada segenap komisaris, direksi, manager, karyawan pimpinan dan seluruh karyawan pelaksana, penulis ucapkan Selamat Hari Ulang Tahun PTPN IV yang ke-21. Doa, keinginan dan harapan kita adalah bagaimana terwujudnya PTPN IV sebagai sebuah perusahaan lokal bertaraf global.

Penulis adalah Antropolog USU, Direktur Eksekutif Nusantara Research Centre dan Pengurus HIPIIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial) Periode 2015-2017 Provinsi Sumatera Utara. Email : wanzulkarnainbaros@gmail.com
*Tulisan ini ikut serta pada Kompetisi Menulis Artikel Jurnalistik N4 Award PTPN IV 2017

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Sebelumnya

Delapan Butir Maklumat KAMI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini