post image
KOMENTAR
Warga Medan mengenal pasar sebagai pajak. Hal itu berlangsung hingga kini. Populeritas "Pajak" masih terus mengalir, meski upaya menggantikannya terus dilakukan.

Kenapa kata "Pajak" masih digunakan sebagian besar warga Medan untuk menjelaskan tempat perniagaan?

Mengapa kosakata "Pajak" masih lebih lekat dibandingkan istilah "Pasar" yang berasal dari bahasa Arab, Bazaar. Kok Bisa?

Ini penjelasannya dari berbagai sumber yang dihimpun MedanBagus.Com

Pekan Sepekan menjadi Seminggu Minggu

Awalnya, warga di pesisir pantai sepakat untuk menggunakan istilah "Pekan" untuk melanjutkan tradisi rantai distribusi pakannya. Kosakata ini pun hingga kini masih digunkan. Hanya saja, "Pekan" memiliki arti, tempat perniagaan yang lebih kecil dan situasional. Konon, dari kata "Pekan"  yang lahir dari kebiasaan warga di pesisir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama rentang waktu tertentu ini muncul pengertian baru mengenai identifikasi waktu.

Pengertian Pekan yang menjadi tempat bertemunya pedagang dan pembeli lambat laun berganti dengan kedatangan pedagang-pedagang dari Arab yang mempopulerkan kata Bazaar. Bazaar atau pasar kemudian mulai dikenal sebagai pengganti kata pekan yang digelar selama rentang waktu tertentu.

Istilah Bazaar hanya bertahan relatif singkat. Kedatangan bangsa eropa memperkenalkan istilah baru untuk menjelaskan penanggalan dan waktu. Oleh karena bazaar dilakukan sekali dalam tujuh hari, orang eropa pun menanam tradisinya dalam penanggalan. Maka, istilah sepekan kemudian terganti dengan istilah seminggu. Istilah itu sekaligus menjadi penanda waktu sebagai hari pertama. Dimana kata Minggu berasal dari bahasa Portugis yang artinya Hari Tuhan.

Bazaar ke Pasar
Pekan Bazaar digelar di tepi jalan besar. Pemandangan itu masih tersisa dan bisa disaksikan oleh kita hari ini, semisal di Pasar Kampung lalang, Pasar Sambo, Pasar Sungai Kambing, Pasar Sungai Semayang dan lain sebagainya.

Karena lokasinya itu pula, kita di Medan hari ini, mengenal jalan besar sebagai Pasar. Nah.

Dan mengenal Pasar sebagai... Pajak. Kok bisa?

Begini kisahnya.

Tatkala bangsa eropa akhirnya eksis dan menguasi ekonomi di sepanjang pesisir pantai Sumatera, lahirlah kebijakan belasting. Kebijakan ini yang membawa bangsa Indonesia secara keseluruhan masuk ke dalam penjajahan dalam aneka bentuk.

Belasting? Apa gerangan Belasting itu?
Belasting berasal dari kosakata Neitherland. Di Indonesia, Neitherland dikenal sebagai Belanda. Dan hanya di indonesia, istilah Belanda itu dikenal. Kok bisa?

Nanti kita ulas kenapa Belanda hanya ada di Indoesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belasting yang awalnya merupakan produk politik Belanda memiliki arti bea, cukai dan pajak.

Pada masa hegemoni dan monopoli ekonomi eropa di Indonesia masa lampau, politik belasting dilakukan untuk mengatur distribusi barang. Maka, sejak itu pekan, pasar atau bazaar menjadi tempat tumbuh suburnya kebijakan ini.

Tentu saja, belasting dianggap sebagai kekejaman ekonomi yang berujung pada kejahatan kemanusiaan. Pasalnya, eropa tengah mempertontonkan penindasan ekonomi gaya baru pada masanya.

Konon, kejahatan itu terus diingat warga Medan sampai hari ini. Dengan mengakui keberadaan pajak, maka sebenarnya warga Medan tengah melakukan protes mengenai kebijakan pajak baik itu komoditas barang maupun jasa.

Bisa jadi, ini adalah alasan paling kuat, kenapa pasar tak populer di Medan. [hta]

Niaga, Macet dan Wallet...

Sebelumnya

Mual Jabi-jabi, Tempat Para Raja Marangir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA