post image
Foto/Net
KOMENTAR
PEMBUNUHAN Harimau Sumatera di Desa Bangkelang Kecamatan Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal (Madina) pada Minggu (4/3/2018) sekitar pukul 08.00 WIB, hingga kini masih perbincangan hangat dikalangan masyarakat dan penggiat lingkungan hidup. Tanggapan beragam, serta pro dan kontra pun bermunculan.

Tidak sedikit yang menyayangkan bahkan mengecam tindakan warga setempat yang menghabisi nyawa satwa dilindungi tersebut. Harimau Sumatera mati ditombak warga, kemudian warga mengikat dan menggantung harimau tersebut di loss pasar Bangkelang. Dan, dikabarkan ada sejumlah warga yang memanfaatkan bagian tubuh seperti kulit harimau tersebut.

Mengenai mengganasnya Harimau Sumatera ini sehingga merangsek masuk ke permukiman warga, bahkan sampai menyerang warga diduga kuat dikarenakan hancur dan rusaknya stabilitas ekosistem hutan (alam) di Kabupaten Madina, yang menyebabkan menyempitnya habitat harimau Sumatera. Hal tersebut dikarenakan banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Madina untuk perusahaan pertambangan dan juga alih fungsi menjadi perkebunan sawit dengan luas puluhan ribu hektar.

Hutan sebagai tempat hidup mereka (harimau) sudah rusak, maka wajarlah kalau mereka mencari tempat kehidupan baru, serta mereka itu kan terasa terusik dengan adanya pengalihan hutan yang sejatinya adalah tempat mereka hidup.

Diketahui bahwa, Kondisi hutan sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang berdampingan langsung Kecamatan Batang Natal, Semakin hari kian memprihatinkan. Misalnya saja, dengan adanya penambangan emas baik legal maupun ilegal yang dilakukan perusahaan dan juga masyarakat Kabupaten Madina tersebut. Lain lagi halnya dengan adanya dugaan penebangan hutan secara ilegal yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab, dan pemburuan terhadap satwa langka yang dilakukan disekitaran TNBG tersebut.

Dengan adanya hal tersebut, menjadi ironis, kedepan hutan belantara yang mendukung upaya mempertahankan perubahan iklim, kondisi air serta habitat alami satwa langka harimau sumatera ini hanya menunggu waktu saja, bak seperti bom waktu, kedepam untuk hilang dan musnah akibat dibukannya perkebunan.

Dua minggu sudah, sejak dibunuhnya harimau sumatera di Kabupaten Madina tersebut, diharapkan harus menjadi tonggak awal bagi Pemkab Madina, dan masyarakat dalam menyikapi hal tersebut. Pasalnya, konflik antara harimau sumatera dengan masyarakat bukan baru sekali ini saja. Dari data yang dihimpun, teror harimau sumatera ini sudah berlangsung sejak tahun 2006, setidaknya sejauh ini sudah menelan lima korba jiwa yang kesemuanya merupakan warga Desa Ranto Panjang, Kabupaten Madina. Bahkan ditahun 2013 yang lalu, tepatnya pada tanggal 11 Maret 2013 yang lalu telah terjadi penyerangan harimau sumatera yang mengakibatkan satu korban tewas bernama Karman Lubis.

Kedepan, Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara harus bertanggungjawab serta lebih selektif dalam memberikan izin konsesi lahan kepada investor di Taman Nasional Batang Gadis tersebut.

Mengganasnya harimau sumatera di Madina ini jangan hanya disikapi sebagai konflik antara hewan dan manusia, namun seharusnya Pemerintah lebih memperhatikan kepada akar masalahnya. Kenapa harimau itu sampai menyerang warga? kan pasti ada sesuatu yang menyebabkannya, Saya pikir ini adalah dampak dari adanya kerusakan hutan, yang disebabkan oleh adanya konsesi dan monokultural, dan hal itu dinilai sebagai predator utama terhadap ekosistem hutan, yang mana hutan adalah sebagai habitat satwa langka, yaitu harimau sumatera.

Dalam amatan saya, Bupati Madina terkesan tidak memberikan contoh yang baik dalam menanggapi terkait adanya serangan harimau sumatera ini. Hal tersebut tercemin dari adanya statement yang cukup disayangkan keluar dari orang nomor satu di Kabupaten Madina itu, yang awalnya mengancam dan berjanjanji akan mengintruksikan kepada jajarannya untuk membunuh harimau tersebut. Pernyataan ini dinilai kedepan menjadi pendorong kepada masyarakat serta pemburu hewan liar lebih giat dalam memburu harimau sumatera diwilayah TNBG.

Seharusnya, Bupati mesti lebih bijaksana dalam mengutarakan sesuatu, sebab harimau adalah hewan yang dilindungi oleh Undang-undang, meskipun pernyataan Bupati tersebut hanya untuk menenangkan kepanikan warga. Namun, seharusnya kata-kata seperti itu tidak pantas diucapkan oleh seorang Bupati, selaku pemimpin yang notabene diharapkan mampu memberikan win-win solution bagi setipa permasalahan warga yang ada di Kabupaten Madina.

Sebab, kita ketahui bersama bahwa Pemerintah Republik Indonesia dan masyarakat dunia menaruh perhatian yang sangat besar terhadap satwa endemik, kharismatik, dan unik ini yang terancam punah. Sehingga, secara khusus pada tahun 2007 yang lalu telah disepakati sebuah rencana strategis pelestarian Harimau Sumatera, yang sampai kini masih dijalankan oleh Pemerintah.***

Penulis adalah Mahasiswa asal Kabupaten Mandailing Natal

KOMENTAR ANDA