post image
Ustadz H. Syahrul Siregar/MedanBagus
KOMENTAR

Disela-sela kegiatan reses DPRD Provinsi Sumatera Utara, Ustadz H. Syahrul Siregar, selaku sekretaris Fraksi PDI Perjuangan dan Anggota Komisi D DPRD Provinsi Sumatera Utara menyempatkan diri untuk menyambangi dan meninjau areal perkebunan sawit milik PT TBS di Desa Sikara-Kara Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara, Selasa, (17/12) lalu.

Dari kunjungan lapangannya tersebut Syahrul menemukan beberapa temuan yang mengejutkan kepada Kantor Berita Medanbagus.com, Kamis (19/12).

Setidaknya ada lima temuan yaitu, pertama PT TBS membuat timbunan di sepanjang bibir atau pinggir pantai dengan tanah korekan parit agar air laut tidak masuk ke areal perusahaan perkebunan sawit milik PT TBS.

Kedua, Penanaman pohon kelapa di areal bibir pantai diduga hanya merupakan siasat dari pihak PT TBS untuk melindungi tanaman kelapa sawit yg sudah di panen. Penanaman pohon kelapa ini didahului dengan memusnahkan beberapa pohon kelapa sawit yang kemudian diganti menjadi pohon kelapa.

Ketiga, Galian parit di antara pohon kelapa sawit terdapat terumbu karang , dan pohon kelapa sawit di tanam di atas tanah yg berisikan terumbu karang.

Keempat, Balok yang terbuat dari beton utk penyeberangan di parit buatan tersebut terlihat juga Sebagian jembatan terbuat dari batang kayu yg berasal dari lahan itu sendiri , diduga adalah kayu Mangrove.

Kelima, Di dalam areal perkebunan dan perusahaan PT TBS juga masih terdapat pohon Mangrove yg hidup. Oleh kerena itu kuat dugaan sebagian areal perkebunan sawit milik PT TBS telah dikelola dengan merusak lingkungan hidup.

"Hutan Mangrove telah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan sawit dan tingkat kesuburan dan pertumbuhan perkebunan sawit milik PT TBS cukup bagus. Tandan buah segar bisa mencapai 15 Kg / jenjang. Tanaman pohon kelapa sawit dari temuan dilapangan diperhitungkan telah berusia lebih kurang 7 tahun", katanya.

Dijelaskannya, kehilangan dan pemusnahan hutan mangrove telah menyebabkan berbagai dampak negatif ekologi, ekonomi dan sosial. Padahal Mangrove telah terbukti  melindungi Pantai, termasuk manusia yang menghuninya dari hempasan tsunami dan angin badai.

"Hutan Mangrove  juga merupakan habitat yang penting bagi ikan, udang, kepiting dan burung laut, sekarang ini Nelayan Pantai Barat semakin Melarat  karena hasil tangkapan ikan sudah jauh berkurang. Karena hilangnya Hutan Mangrove", ungkap Syahrul.

Diduga PT. TBS sudah melanggar UU 39 tahun 2014 Tentang Perkebunan pasal 105,  atau pasal 109 UU No 32 thn 2009 tentang Perlindungan pengelolaan lingkungan hidup. UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

"Pemusnahan Hutan Mangrove disinyalir sudah berlangsung sejak tahun 2014 sampai 2016, sementara Izin pembukaan lahan perkebunan kalapa sawit baru terbit  setelah sawit berbuah. Izin lokasi terbit bulan Mei 2018. IUP Terbit Nopember 2018, dan Amdal terbit Maret 2019", jelasnya.

Ustadz Syahrul Siregar Meminta Kapolda dan Kajati Sumatera Utara agar mengusut dan menindak tegas terhadap pihak pemberi ijin dan perusak lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT TBS. [top]

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Sebelumnya

Delapan Butir Maklumat KAMI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Opini