post image
KOMENTAR
Tokoh nasional seperti Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan Try Sutrisno rupanya bisa juga mendongeng. Namun, yang namanya tokoh nasional, dongengnya juga tidak jauh dari problematikan nasional yang terjadi.

Siang tadi (Senin, 28/1/2013), tiga tokoh ini hadir dalam peluncuran novel politik karya Sukardi Rinakit di Hotel Four Seasons, Kuningan Jakarta Selatan. Judul novelnya cukup nyetrik: Slank, 5 Hero dari Atlantis. Selain tokoh, beberapa artis nasional juga hadir. Mereka antara lain grup band papan atas Slank, Edo Kondologit, dan Cornelia Agatha.

Ketiga tokoh tadi diminta Sukardi memberikan sambutan. Namun bukan sambutan yang disampaikan, tiga tokoh ini malah mendongeng dan cerita tentang kondisi nasional.

Mahfud memilih cerita tentang Bejo, masyarakat biasa yang tinggal di sebuah desa kecil di Gunung Kidul. Suatu waktu, kisah Ketua MK ini, datang beberapa aparat ke rumah Bejo. Aparat itu tanya soal surat-surat tanah dan rumah bejo.

"Bejo jawab, tidak punya. Tapi dia sudah tinggal puluhan tahun di daerah itu," ujar Mahfud.

Karena tidak punya surat, Bejo pun diusir.

"Ini tanah negara. Kamu tidak boleh tinggal di sini," kata Mahfud menuturkan penyataan aparat ke Bejo. Para hadirin terlihat serius dengar cerita Mahfud.

Bejo, lanjut Mahfud, akhirnya pindah ke tempat lain. Satu tahun kemudian, aparat datang lagi ke rumah barunya dan tanya surat-menyurat. Bejo menjawab, dia tinggal di situ karena di tempat lama di usir. Namun, aparat itu malah membentaknya.

"Negara ini sudah merdeka. Kamu harus punya surat-surat, harus bayar pajak," ujar Mahfud melafalkan ucapan aparat.

Bejo pun, kisah Mahfud, diusir lagi. Terpaksa dia cari tempat baru. Namun, beberapa waktu kemudian, ada aparat lagi datang ke rumah. Tidak mau keduluan aparat, Bejo tanya duluan. “Kita masih merdeka Pak. Kapan selesainya. Kok begini terus." Gerrr, seisi ruangan pun tertawa dengan cerita itu.

Mahfud menyatakan, sekarang ini Indonesia baru merdeka secara formal. Namun, perhormatan terhadap hak asasi manusia, penegakan keadilan belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.

Jusuf Kalla memilih bercerita tentang perjuangan mendorong Komodo menjadi tujuh keajabain dunia baru versi yayasan New7Wonders. Kata bekas wapres ini, banyak pihak yang menyebut masyarakat Indonesia susah di aturan. Tapi dari masalah Komodo itu, dia justru beranggapan masyarakat Indonesia paling gampang di atur.

"Enam bulan pertama, SMS (dukungan untuk Komodo) hanya 60 ribu. Kemudian saya diundang masuk dengan sisa waktu kurang dari satu bulan. Kita kerja, ajak masyarakat. Itu yang masuk 300 juta SMS. Sehingga provider jebol terus. Dari 3 juta, 6 juta, 9 juta, naik 20 juta per hari. Jadi, selama tujuannya jelas dan tidak ada kepentingan pribadi, dukungan masyarakat akan luar biasa. Tapi begitu ada kepentingan pribadi, langsung berhenti," kata JK yang langsung disambut tepuk tangan hadirin.

Try Sutrisno memilih mendongeng kisahnya saat menjadi ajudan Presiden Soeharto. Kata dia, waktu itu Soeharto melakukan turba alias turun ke bawah. Tidak banyak orang yang tahu. Wapres, Mabes ABRI, para gubernur juga tidak tahu. Yang ikut hanya keamanan presiden dan intelijen.

"Try, siapkan empat kendaraan. Saya akan turun ke desa. Yang ikut harus limited. Kamu merangkap sopir," ujar Try menirukan perintah Soeharto waktu itu. Di desa, Try melihat Soeharto tampil begitu merakyat. Tidur di rumah warga, makan seadanya, duduk seenaknya.

Dalam perjalanan dari Jawa Tengah ke Surabaya, Try menyetel musik ludruk Jula Juli. Bunyi gamelannya keras. Lama-lama Try sadar bahwa Soeharto adalah orang Yogya.

"Saya merenung, Pak Harto kan orang Yogya. Dengar gamelan Jawa Timur pasti menedeka telinganya. Tapi beliau tidak satu katapun menegur saya," ucapnya.

Di persimpangan, Try juga sempat salah jalan. Soeharto tahu tapi tidak menegur. Soeharto menunggu sampai Try benar-benar mentok tidak tahu jalan.

"Saya ingin melihat karakter pemimpin sangat merakyat. Tidak ada alasan Pak Harto tidak merakyat dan demokratis," ucap Try. Gerrr, hadirin tertawa lucu.

Usai acara, Sukardi Rinakit menyatakan, tujuannya membuat novel itu dan meminta para tokoh nasional bercerita adalah untuk menyebarkan pemikiran politik secara sederhana dan menyenangkan. “Ini lebih masuk daripada membawa visi misi nggak karuan," ucapnya.

Selama ini, kata dia, buku-buku politik terlalu ilmiah yang membuat orang males membacanya. Makanya dia memilih yang lucu.

"Ini novel slengean. Saya pilih Slank, lagu-lagunya juga banyak bicara tentang rakyat," tandasnya. [dem/rmol/rob]

Berhasil Kumpulkan Dana Rp 30 Juta, Pemkot Palembang Sumbang Untuk Beli APD Tenaga Medis

Sebelumnya

Virus Corona Menjadi Alasan Deretan Pasangan Artis Ini Tunda Pernikahan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ragam