Tingkat pengetahuan masyarakat secara global terhadap dampak negatif penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan salah satu persoalan yang akan mengancam kelangsungan hidup manusia. Sebab, penggunaan antibiotik secara sembarangan akan memicu resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik.
“Ketika bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, maka kedepannya bakteri ini akan menjadi kebal dan tidak akan mati oleh antibiotik. Ini adalah ancaman nyata dalam dunia kesehatan,” kata dr Harry Parathon saat berbicara pada “Seminar Jurnalisme Sains untuk Mitigasi Resistensi Antimikroba” yang digelar oleh AJI Medan di Hotel Four Point, Medan, Rabu 4 Juni 2025.
Dijelaskannya, penggunaan antibiotik memiliki tujuan untuk membunuh bakteri yang berpotensi menginfeksi tubuh makhluk hidup baik hewan maupun manusia. Akan tetapi, tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik dalam penyembuhannya.
“Tidak semua penanganan medis ataupun penyembuhan penyakit harus menggunakan antibiotik. Dan jika harus menggunakannya, maka dokter yang meresepkannya sesuai takaran agar tepat sasaran,” ujarnya.
Akan tetapi kata Harry, tingkat pengetahuan di masyarakat terkait penggunaan antibiotik yang rendah, membuat antibiotik sering digunakan tanpa resep dari dokter. Hal ini membuat antibiotik tersebut memicu resistensi atau kekebalan bakteri terhadap anti biotik.
“Dari hasil penelitian di Indonesia, tingkat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan kebutuhan masih sangat tinggi. Termasuk pada penyakit yang seharusnya tidak membutuhkan antibiotik. Ini yang perlu keterlibatan dari semua pihak untuk menyadarkan masyarakat, bahwa jika bakteri menjadi kebal, maka penyakit-penyakit infeksi akan sulit disembuhkan dan bisa berakibat pada kematian,” pungkasnya.
Data yang disampaikan, kekebalan bakteri menjadi ancaman kesehatan manusia dan hewan. Hal ini berdampak pada mata pencaharian manusia terkait keamanan pangan. Pada tahun 2019 lalu jumlah kematian akibat kekebalan bakteri sudah mencapai hampir 5 juta. Jumlah ini 3 kali lebih banyak dari total kematian yang berasosiasi dengan diabetes atau kanker paru-paru.
Seminar ini diikuti puluhan jurnalis di Sumatera Utara. Selain menghadirkan pembicara dari kalangan medis, semina ini juga diisi oleh pembicara dari pihak kementerian pertanian republik Indonesia, dan organisasi kesehatan dunia seperti World Health Organization (WHO) dan World Organization of Animal Health (WOAH).[JP]
KOMENTAR ANDA