post image
KOMENTAR
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. Asrorun Niam Sholeh, MA, turut mendampingi KH Ma'ruf Amin saat menjadi saksi dalam kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki T. Purnama pada Selasa lalu.

Dalam tulisan "Klarifikasi dari Santri tenntang Sang Kiai," Niam menyampaikan kesaksiannya soal jalannya persidangan tersebut.

"Di paruh kedua persidangan, situasi sudah tidak begitu kondusif. Karena pertanyaan-pertanyaan sudah tidak mengarah pada substansi. Tetapi sangat politis dan sepertinya sengaja untuk kepentingan panggung politik yang intimidatif," ungkapnya.

Salah satu pernyataan Ahok tersebut adalah.

"Meralat tanggal 7 Oktober ketemu paslon nomor 1, jelas-jelas itu mau menutupi Saudara Saksi menutupi riwayat hidup pernah menjadi Wantimpres SBY. Tanggal 6 (Oktober) disampaikan pengacara saya ada bukti telepon (dari SBY) untuk minta dipertemukan. Untuk itu, Saudara Saksi tidak pantas menjadi saksi, tidak objektif lagi ini, sudah mengarah mendukung paslon 1".

Niam mengungkapkan tuduhan Ahok, yang dalam dalam tulisannya ditulis BTP, dan dan penasehat hukumnya kepada Kiai Ma'ruf menyembunyikan identitas sebagai mantan Wantimpres adalah tindakan yang sangat politis. Pekerjaan Kiai Ma'ruf yang disebutkan dalam BAP, sebanyak 12 item, adalah yang sedang dijalani.

"Artinya, yang saat ini masih diemban beliau. Sementara yang sudah tidak dijabat, tidak disebutkan, termasuk jabatan Wantimpres, Anggota DPR RI dan Ketua Komisi VIII DPR. Ini yang dipolitisir, hingga keluar tuduhan menyembunyikan status," urai Katib Syuriyah PBNU ini.

Menurutnya, tuduhan menyembunyikan identitas, tidak pantas jadi saksi, hingga kesaksian bohong adalah tuduhan tak berdasar, menghina, dan merendahkan Kiai Ma'ruf, dan pasti melukai perasaan umat. Subhanallah.

Hal yang cukup menyesakkan juga adalah tuduhan bohong dan kesaksian palsu terkait dengan adanya telepon mantan Presiden yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat, ke HP KH Ma'ruf Amin untuk mengatur pertemuan Agus-Silvy dengan PBNU dan untuk mempercepat keluarnya Fatwa MUI terkait ahok.

"Masalah ini kemudian diolah dan digoreng seolah menjadi kebenaran disertai ancaman pemidanaan," ungkapnya.

Padahal, tuduhan adanya telepon SBY ke HP Kai Ma'ruf terkait pengaturan pertemuan dan percepatan fatwa itu jelas fitnah, dan merendahkan harkat dan martabat ulama.

"Bahwa ada komunikasi via telepon itu ya, dan itu sudah dikonfirmasi oleh Kiai ke media jauh hari saat pertemuan tersebut. Media juga menulis, dan Kiai tidak merahasiakannya. Pun juga SBY menegaskan ada komunikasi. Tetapi, yang perlu diklarifikasi, telepon tersebut tidak ke Kiai Ma'ruf dan tidak membicarakan soal mengatur pertemuan serta percepatan fatwa. Framing ini mengesankan fatwa keluar karena pesanan dan berdimensi politik, dan Kiai dinilai secara politis mengatur pertemuan Ketua Umum PBNU dengan Agus-Silvy. Lagi-lagi ini penghinaan," papar kiai muda ini.

Karena itu menurutnya, pantas warga NU tersinggung.

"Bahkan, gelombang protes juga muncul dari seluruh umat Islam," tandasnya.

Gubernur non-aktif DKI Jakarta tersebut sendiri sudah menyampaikan permintaan maaf kepada KH Ma'ruf Amin.

Permintaan maaf itu tertuang melalui pernyataan tertulis dengan judul 'Klarifikasi dan Permohonan Maaf Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada KH Ma'ruf Amin, Rais Aam PBNU'.

"Saya meminta maaf kepada KH Ma'ruf Amin apabila terkesan memojokkan beliau. Meskipun beliau dihadirkan kemarin oleh jaksa sebagai Ketua Umum MUI, saya mengakui beliau juga sesepuh NU. Dan saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU, seperti halnya tokoh-tokoh lain di NU, Gus Dur, Gus Mus, tokoh-tokoh yang saya hormati dan panuti," tulis Ahok. [zul]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa