post image
KOMENTAR
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tak mau terlibat dalam proses pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) untuk menghindari konflik.

Dahlan juga mengaku tidak mau memperdebatkan apakah Inalum akan jadi BUMN atau diakuisisi BUMN. Menurutnya, yang penting Inalum bisa diambil alih Indonesia.

“Saya nggak mau terlibat di situ. Dikira BUMN mau. Yang penting Inalum harus kembali ke Indonesia. Jangan berkelahi di sana (Inalum-red). Siapapun yang penting serah terima dari perusahaan Jepang ke Indonesia. Semua siap,” katanya di Jakarta, kemarin.

Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia akan mengambil alih 58,87 persen saham Inalum dari perusahaan Jepang, yaitu Nippon Asahan Alumunium (NAA). Eksekusi akan dilakukan 31 Oktober 2013.

Menurut Dahlan, setelah proses pengambilalihan tuntas, Kementerian BUMN siap menerima penugasan yang diberikan pemerintah mengelola Inalum.

Hinggi kini, rencana pemerintah untuk membeli kembali saham Inalum masih terhambat karena belum adanya kesepakatan harga antara pihak Indonesia dan NAA.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, Jepang menginginkan harga Inalum berdasarkan nilai buku sebesar 600 juta dolar AS. Namun berdasarkan hitungan buku Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), harga pembelian Inalum hanya 390 juta dolar AS, sehingga ada selisih sekitar 210 juta dolar AS.

Dengan tidak adanya kesepakatan bersama antara kedua negara soal harga Inalum, maka pemerintah berusaha mencari seperti apa penyelesaiannya. Tapi sampai saat ini pemerintah masih memegang harga dari BPKP, meski pemerintah Jepang tetap ngotot dengan harga nilai buku saat kesepakatan tahun 1998.

Jika tidak ada kesepakatan menjelang tenggat waktu pembelian berakhir 31Oktober 2013, maka pemerintah akan membawa ke arbitrase.

Direktur Eksekutif Institute Resourcess Studies (Iress) Marwan Batubara menuntut pemerintah tidak melakukan perpanjangan kontrak dengan Inalum. Sebab, langkah itu dinilai bukan hanya membuat Indonesia dilecehkan, tetapi juga ditipu.

"Dulu lama sekali mereka bilang rugi. Hanya karena Pak JK (Jusuf Kalla) waktu jadi wapres ke Jepang kemudian mengancam, baru tiga bulan kemudian laporan keuangannya menjadi positif. Sebelumnya negatif terus," ujarnya. [rmol/hta]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas