post image
KOMENTAR
Ketua DPRD Medan, Amiruddin menyerang balik pengkritik buku Biografinya yang berjudul "Awak Sepatu dari Kota Matsum". Bagi dia, pihak-pihak yang mempermasalahkan istilah Kota Matsum sarang preman dan narkoba dalam bukunya, lebih bermuatan politik.

Menurut Amiruddin, kritik yang disampaikan sejumlah warga dan tokoh masyarakat Kota Matsum itu adalah upaya untuk mengganjal dirinya kembali maju dalam Pemilihan Legislatif 2014 mendatang.

"Saya menduga pernyataan yang dilontarkan Jaya Arjuna dan Darmawan S Sos diboncengi oknum yang hendak mengganjal saya duduk pada putaran legislatif berikutnya dari Dapil I," katanya kepada MedanBagus.Com, Jumat (22/11/2013).

Amiruddin bilang, dia bukan menolak menerima kritikan, namun hendaknya kritikan itu disampaikan dalam bentuk tulisan atau langsung kepada dirinya.

Sehingga dia tidak mengartikan kritikan yang disampaikan Jaya Arjuna dan Darmawan S.Sos itu dibonceng oleh oknum tertentu yang memiliki kepentingan untuk pentas Pemilihan Legislatif  2014.

Menurutnya, beberapa isi dari buku itu yang menceritakan Kota Matsum (Komat-red) pernah menjadi sarang preman dan peredaran narkoba, bukanlah serta merta untuk mendiskreditkan nama lokasi tersebut.

Dia hanya menceritakan sedikit tentang kondisi Kota Matsum di era 50-an, dimana dia juga turut sebagai pelaku sejarah keberadaan premanisme dan maraknya peredaran narkoba di kala itu.

"Orang yang mengomentari saya itu bukanlah pelaku di eranya. Saya yang lahir tahun 50-an langsung menyaksikan masa kejayaan premanisme dan ikut menjadi bagian dari itu. Jadi dimana salahnya saya menceritakan sedikit tentang Kota Matsum dan situasinya, jangan gitulah," ungkapnya lagi.

Diketahui, istilah Kota Matsum sarang preman dan narkoba dalam biografi Ketua DPRD Medan menuai kontroversi. Sejak diluncurkan 12 November lalu di sebuah hotel dengan fasilitas bintang lima, kecaman demi kecaman meluncur deras dari sebagian tokoh masyarakat di Kota Matsum.

"Saya sebagai masyarakat di Kota Matsum merasa tersinggung, karena ini sama saja menyudutkan Kota Matsum sebagai tempat yang negatif. Padahal banyak sekali para ulama dan cendikiawan yang berasal dari Kota Matsum, apalagi nama itu berasal dari Syekh Hasan Maksum yang merupakan penasehat Kerajaan Deli," ujar tokoh masyarakat Matsum, Darmawan S Sos (55), kepada MedanBagus.Com, Kamis (21/11/2013) kemarin.

Menurut Darmawan, tidak sepantasnya seorang Ketua DPRD Kota Medan mengeluarkan buku dengan menyudutkan suatu wilayah. 

"Ini kan sama saja Amiruddin memancing kemarahan masyarakat di Kota Matsum," ujarnya.

Keberatan juga disampaikan warga Kota Matsum lainnya, Jaya Arjuna. Menurutnya, julukan Kota Matsum sarang preman dan perjudian sangat sensitif bagi warga di sana.

Baginya,  pengarang buku biografi Ketua DPRD Medan itu harusnya bisa lebih jeli menggunakan stigma tersebut.

"Anak Komat itu semua mengaji, kalau tak di Muhammadiyah ya di Al Ulum. Semua berenang dan jadi anggota PRIM. Berantem masalah biasa. Ganja masalah biasa. Tapi beda kriteria preman itu dengan preman sekarang. Harusnya pengarangnya lebih jeli dan mengumpulkan informasi lebih banyak," ujarnya.

Jaya yang pernah menjabat sebagai Koordinator Transparansi Internasional Indonesia (TII) Sumut itu mengaku, dibesarkan di Kota Matsum bahkan hingga kini berdomisili di Jalan Utama.

"Dari kecil sampai sekarang tinggal di Komat. Japaris, Puri, Amaliun, Ismailiyah dan terakhir di Utama. Main main juga di antara masing masing kelompok preman di tiap segmen jalan ada pimpinan dan ada ciri khasnya," sambung Jaya yang juga pengamat lingkungan Kota Medan itu. [ded]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa