post image
KOMENTAR
Peluncuran buku biografi Ketua DPRD Medan, Amiruddin yang berjudul  "Awak Sepatu dari Kota Matsum" beberapa hari kemarin, kembali menuai hujatan dari masyarakat dan tokoh masyarakat di Kota Matsum

Pasalnya, dalam buku biografi tersebut, Amiruddin menyebutkan Kota Matsum sarang preman dan perjudian di Medan.

"Saya sebagai masyarakat di Kota Matsum merasa tersinggung, karena ini sama saja menyudutkan Kota Matsum sebagai tempat yang negatif. Padahal banyak sekali para ulama dan cendikiawan yang berasal dari Kota Matsum, apalagi nama itu berasal dari Syekh Hasan Maksum yang merupakan penasehat Kerajaan Deli," ujar tokoh masyarakat Matsum, Darmawan S Sos kepada MedanBagus.Com, Kamis (21/11/2013).

Dikatakannya, tidak sepantasnya seorang Ketua DPRD Kota Medan mengeluarkan buku dengan menyudutkan suatu wilayah. 

"Ini kan sama saja Amiruddin memancing kemarahan masyarakat di Kota Matsum," ujarnya.

Ungkapan keberatan juga disampaikan warga Kota Matsum lainnya, Jaya Arjuna. Menurutnya, julukan Kota Matsum Sarang Preman dan Perjudian sangat sensitif bagi warga di sana. Menurutnyam pengarang buku biografi Ketua DPRD Medan itu harusnya bisa lebih jeli memasukkan stigma tersebut.

"Anak Komat itu semua mengaji, kalau tak di Muhammadiyah ya di Al Ulum. Semua berenang dan jadi anggota PRIM. Berantem masalah biasa. Ganja masalah biasa. Tapi beda kriteria preman itu dengan preman sekarang. Harusnya pengarangnya lebih jeli dan mengumpulkan informasi lebih banyak," ujarnya.

Jaya Arjuna yang juga pengamat lingkungan itu mengaku, dibesarkan di Kota Matsum bahkan hingga kini berdomisili di Jalan Utama.

"Dari kecil sampai sekarang tinggal di Komat. Japaris, Puri, Amaliun, Ismailiyah dan terakhir di Utama. Main main juga di antara masing masing kelompok preman di tiap segmen jalan ada pimpinan dan ada ciri khasnya," sambung Jaya.

Terkait stigma negatif tersebut, sebagai Kelompok Masyarakat Kota Matsum Darmawan meminta Polresta Medan untuk segera memanggil dan memeriksa Ketua DPRD Medan Amiruddin, karena dianggap mencemarkan nama baik masyarakat Kota Matsum melalui bukunya.

Sebelumnya, dalam peluncuran biografi tersebut, Senin 18 November lalu, kritikan serupa juga muncul dalam acara sesi tanya jawab. 

Menanggapi kritikan tersebut, penulis biografi buku Amiruddin, Budi Agustono, menyebutkan hal ini hanya menjadi gambaran Kota Medan pada tahun 1950-an.

Dimana pada waktu tersebut, Kota Medan sedang menjadi tujuan migrasi dari berbagai daerah termasuk pergolakan sosial. Efek dari proses tersebut membuat Kota Matsum menjadi salah satu bagian dari munculnya budaya-budaya premaisme dan perjudian.

"Jadi intinya momen tersebut merupakan kejadian pada masa lampau," jelasnya. [ded]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas