post image
KOMENTAR
Sistem pengawasan lalu lintas udara di Asia Tenggara sudah ketinggalan zaman. Bila melintasi langit Asia Tengggara, para pilot "dipaksa" untuk mengambil langkah-langkah berisiko pada situasi-situasi genting.

Secara khusus, bagi pilot-pilot yang menerbangi rute Indonesia-Singapura, adalah tidak aneh menangguhkan permintaan untuk menaikkan ketinggian terbang guna menghindari cuaca buruk, dan permintaan itu ditolak ATC karena ada pesawat lain yang terbang di area yang sama.

Situasi itu membuat pilot yang menerbangi wilayah dengan kondisi cuaca tidak stabil itu membuatnya menghadapi tantangan berisiko tinggi; ketika mereka harus memikul semua beban di pundaknya dan mengumumkan keadaan darurat yang membuat mereka mengambil langkah tanpa mendapat izin dari ATC.

Langkah yang menuntut para pilot memberitahukan panggilan jalur lebar (wideband) kepada pesawat lain di area tersebut yang lalu diselidiki pihak regulator tersebut adalah pilihan terakhir yang harus diambil. Langit Asia Tenggara benar-benar bikin stres pilot.

"Sebagai seorang pilot profesional, Anda wajib berpikir cepat," kata seorang pilot Qantas Airways yang berpengalaman selama 25 tahun di wilayah ini kepada Reuters.

"Jika Anda dikontrak untuk menerbangkan sebuah pesawat, sebagaimana kami lakukan, Anda berarti dikontrak demi nyawa 300-an penumpang dan jutaan dolar AS harga pesawat itu; itu tanggung jawab (bernilai) miliaran dolar AS. Bagian dari tugas pilot adalah menyeimbangkan risiko dengan keputusan yang cepat," sambungnya sebagaimana dilansir JPNN.

Beban risiko itu menjadi semakin sulit di Asia Tenggara yang adalah wilayah berpertumbuhan eksplosif pada perjalanan udara berbiaya murah dalam beberapa tahun terakhir. [hta/rmol]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas