post image
KOMENTAR
Konflik lahan yang terjadi di areal konsesi milik PT Toba Pulp Lestari (TPL) semakin sulit diselesaikan karena masyarakat dari luar Dusun Mato, Desa Parsoburan Barat, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir ikut mengklaim sebagai pemilik lahan adat. Hal ini disampaikan Kepada Dinas Kehutanan Toba Samosir, Alden Napitupulu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi A DPRD Sumatera Utara, Senin (6/6).

Hadir dalam RDP tersebut jajaran direksi PT TPL, Pemkab Toba Samosir, Dinas Kehutanan Toba Samosir, Warga Dusun Matio, Polres Toba Samosir dan tim pendamping Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Menurut Alden, tapal batas luar areal konsesi PT TPL sudah selesai ditetapkan oleh tim PPKH (Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan) pada 28 desember 2014 dan sudah ditandatangani oleh kementerian kehutanan. Persoalannya adalah lahan yang diklaim oleh masyarakat Dusun Matio sebagai tanah adat mereka seluas 110 hektar masuk dalam Hak Pengelolaan Lahan (HPL) perusahaan bubur kertas tersebut.

"Persoalan yang ada sekarang adalah tidak komitmen. Pada tahun 2015 lalu, ada kesempatan kepada masyarakat yang masuk didalam kawasan tersebut untuk mengajukan agar areal mereka dikeluarkan dari konsesi. Ketika diukur, ternyata masyarakat minta semuanya, termasuk marga dari luar. Padahal yang berhak di dusun tersebut adalah marga Siagian," katanya.

Alden menjelaskan, pada tahun 2011 tuntutan dari masyarakat di Dusun Matio sudah muncul mengenai lahan yang masuk dalam konsesi PT TPL dimana saat itu luas yang mereka tuntut yakni 50 hektar. Namun seiring waktu, lahan yang dituntut tersebut bertambah luas karena warga memasukkan lahan kuburan orang tua mereka kedalam kawasan yang diajukan keluar dari areal konsesi.

"Padahal aturannya memang boleh kita mengubur orang tua kita di kawasan hutan, tapi tidak boleh memiliki areal itu," ungkapnya.

Pada tahun tersebut, Dinas Kehutanan menurutnya sudah menyampaikan kepada Bupati agar lahan seluas 50 hektar yang dituntut oleh warga diajukan agar dikeluarkan dari areal konsesi. Akan tetapi semakin tahun, luas lahan yang dituntut terus bertambah hingga saat ini persoalannya tidak pernah selesai antara keduabelah pihak. Oleh krena itu, salah satu usulan mereka yakni agar masyarakat berkomitmen dengan luas lahan yang menjadi tuntutan mereka sejak awal sehingga nantinya tim akan mengajukan hal tersebut kepada Kementerian Kehutanan untuk dikeluarkan dengan alasan lahan bermasalah.

Begitu juga sebaliknya, pihak PT TPL menurutnya tidak boleh keberatan dan harus bersedia menandatangani lahan sekitar 110 hektar tersebut bermasalah agar tim peninjau dari kementerian turun dan areal tersebut dikeluarkan dari areal konsesi.

"Menurut saya ini satu-satunya jalan keluar. Apapun ceritanya lahan itu adalah milik negara, warga juga jangan memaki TPL disana karena memang mereka memiliki HPL nya. Kalau ada kemauan dari kedua belah pihak mengenai ini, sudah selesai ini," tegasnya.

Sebelumnya dalam RDP tersebut masing-masing pihak menyampaikan kronologis mengenai terjadinya konflik lahan antara warga Dusun Matio dengan pihak PT TPL dengan versi masing-masing. Persoalan ini bahkan berlanjut ke ranah hukum karena adanya aksi-aksi dari kedua belah pihak dalam mempertahankan lahan yang diklaim sebagai haknya oleh masing-masing pihak.[rgu]

Sudah Diberlakukan, Parkir Sembarangan Bakal Kena Tilang Elektronik di Medan

Sebelumnya

Perkosa Banyak Pria, Pelajar Indonesia Reynhard Sinaga Dihukum Seumur Hidup Di Inggris

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Hukum