post image
KOMENTAR
Penerapan hukuman mati kepada terpidana kasus narkoba di Indonesia diterapkan secara diskriminatif dan bias kelas. Pasalnya, bentuk pemidanaan ini cenderung dikenakan kepada pelaku kejahatan dari strata sosial ekonomi yang lemah serta tidak memiliki akses atas kekuatan modal dan politik.

Begitu kata peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar‎ dalam diskusi 'Evaluasi Publik Terhadap Kebijakan Pemerintah Jokowi Terkait Penghormatan atas Hak Hidup dan Hukuman Mati'‎ di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta (Minggu, 9/10).

"Sejumlah kasus eksekusi terpidana mati era pemerintahan Jokowi (Joko Widodo) dilakukan pada kurir yang perannya minim. Mereka bahkan tidak ikut dalam perencanaan kejahatan tersebut," ujarnya.

Dari catatannya, lebih dari setengah terpidana yang dieksekusi hanya berperan sebagai kurir atau pengantar narkoba. Erwin kemudian mencontohkan eksekusi mati terhadap Rani ‎Andriani alias Melisa Aprilia. Rani merupakan kurir yang disuruh oleh terdakwa lain. Hakim bahkan dengan sengaja mengabaikan upaya Rani untuk menjadi justice collaborator dalam mengungkap jaringan pengedar narkoba di Indonesia.

"Kondisi serupa juga terjadi dalam kasus Mary Jane. Ia korban perdagangan manusia yang dijebak jadi kurir narkotika tapi oleh pengadilan dijatuhi vonis pidana mati dan nyaris dieksekusi," jelasnya. [hta/rmol]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum