post image
KOMENTAR
Presiden SBY mengatakan langkah militer tidak selalu bisa menjadi solusi dalam penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia. SBY lebih percaya pada pendekatan soft power, penyelesaian yang komprehensif yang membutuhkan seperangkat solusi politik dan lainnya.

"Dalam menghadapi tantangan gerakan Islamic State on Iraq and Syria (ISIS) dan tindakan terorisme di berbagai belahan dunia, saya percaya yang dibutuhkan adalah menerapkan soft power atau smart power," kata SBY dalam pidatonya di hadapan seribuan kadet Akademi Militer West Point, Orange Country, Amerika Serikat, Senin siang (22/9/2014) waktu setempat.

Dalam persoalan ISIS, misalnya, setelah mereka dapat dikalahkan secara militer, diperlukan langkah-langkah berikutnya guna memastikan bahwa generasi mendatang tidak melakukan tindakan serupa.

"Ini bukan tugas militer tetapi tugas politisi, diplomat, tokoh agama, dan masyarakat sipil," jelas SBY.

SBY menilai, mengakhiri perang jauh lebih sulit daripada saat memulainya. Di sinilah politik dan diplomasi yang efektif sangat diperlukan, berdasarkan komitmen yang kuat oleh para pemimpin politik dunia untuk membuat pilihan politik dan diplomatik dalam mengejar kepentingan nasional mereka.

Presiden memberi contoh penyelesaian konflik bersenjata di Aceh dalam masa pemerintahannya. Dengan kemauan politik yang kuat, Indonesia hanya perlu dua-tiga tahun untuk mencapai rekonsiliasi damai dengan Timor-Leste setelah 25 tahun konflik.

Pendekatan lunak melalui diplomasi dan negosiasi juga ditempuh Indonesia dalam menyepakati masalah perbatasan dengan beberapa negara tetangga. "Kita tahu betul bahwa masalah perbatasan bisa dengan mudah berubah menjadi konflik militer terbuka," SBY mengingatkan seperti dikabarkan situs presidenri.go.id.

Namun, dalam beberapa situasi kita tidak dapat selalu menggunakan cara-cara damai untuk mengakhiri konflik. Untuk itu militer juga harus selalu siap melakukan tugas mereka dalam membela kepentingan nasional.

"Setelah semua yang telah kita lewati, kita belajar bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara lain," ujar SBY.

Pengalaman 10 tahun memimpin Indonesia, SBY menegaskan bahwa politisi boleh datang dan pergi.

"Tetapi jika hubungan antara militer dan hubungan antara pelaku usaha dan ekonomi kuat, maka para politisi akan berpikir dua kali sebelum menyatakan perang. Karena perang apapun pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan seluruh masyarakat," demikian SBY. [rgu/rmol]

Pemprov Sumut Segera Bagikan Rp. 260 Miliar Bantu Warga Terdampak Covid 19

Sebelumnya

Kadispar: Kalau Ada yang Bandel tak Ada Rasa Kemanusiaannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Pemerintahan