post image
KOMENTAR



RMOLSumut
. Ibarat dihantam badai, penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP bikin Beringin goyang. Tak ingin roboh, seharian kemarin, Novanto dan jajaran pengurus partai sibuk melakukan konsolidasi dengan menggelar rapat-rapat internal. Hasilnya? Rapat memutuskan Novanto tak akan digusur sebagai ketua umum Partai Golkar. Novanto sendiri mengatakan tuduhan yang disangkakan KPK tidak benar. "Allah Maha Tahu apa yang saya lakukan," katanya.

Tak lama setelah Novanto ditetapkan sebagai tersangka, wacana untuk mengganti Novanto sebagai ketua umum Golkar maupun ketua DPR langsung bermunculan. Wacana mengganti Novanto sebagai ketua umum misalnya, disuarakan oleh Akbar Tandjung. Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar itu menyarankan partainya segera menggelar munaslub agar tak berdampak pada Pilkada dan Pileg 2019.

Namun, harapan Akbar sepertinya tak bakal terlaksana. Kemarin, pengurus Golkar sibuk melakukan konsolidasi. Pagi-pagi, Fraksi Golkar di DPR menggelar rapat dipimpin Ketua Harian Nurdin Halid dan Sekjen Idrus Marham. Dalam rapat itu, Idrus menginstruksikan fraksi tetap solid mendukung Novanto sebagai ketua umum dan ketua DPR. Kata dia, status Novanto sebagai tersangka tidak akan mempengaruhi posisi politik Golkar yang diputuskan dalam Munaslub 2016. "Kekuatan Golkar ada di sistem," kata Idrus di Gedung DPR.

Hingga sore, konsolidasi tetap berlanjut. Novanto memimpin rapat pleno pengurus DPP Golkar di markas Beringin, Slipi, Jakarta. Dia tiba di lokasi didampingi Nurdin Halid dan Idrus Marham. Rapat tertutup selama tiga jam itu menghasilkan tujuh poin keputusan yang kemudian dibacakan Nurdin Halid. Apa saja? Pertama, Novanto tidak akan digusur dari pucuk pimpinan. Artinya, tidak ada munaslub seperti yang diwacanakan Akbar Tanjung.

Nurdin mengatakan, keputusan itu berdasar alasan objektif dan subjektif. Secara objektif, keputusan diambil berdasarkan hasil rekomendasi Rapat Konsultasi Nasional pada 2017 dan Rapimnas 2016. Setelah itu, ada pertemuan silaturahmi DPD I se-Indonesia, merekalah yang punya suara. "DPD 1 dan DPD 2 itulah yang berketetapan tidak akan melakukan munaslub," jelas Nurdin.

Sementara secara subjektif, menurut Nurdin, itu berkaitan dengan agenda Golkar di Pilkada serentak 2018, Pileg dan Pilpres 2019. Jika munaslub diselenggarakan akan berpeluang merusak konsolidasi partai. Enam poin lainnya, Golkar tetap konsisten melaksanakan hasil Munaslub 2016, khususnya yang berhubungan dengan dukungan kepada pemerintah Jokowi-JK dan mencalonkan Jokowi sebagai Capres 2019.

Novanto pun dipastikan tetap akan menjalankan tugas sebagai ketua DPR meski sudah berstatus tersangka. Hal itu diketahui dalam jumpa pers pimpinan DPR di Kompleks Senayan. Dalam jumpa pers itu Novanto didampingi empat wakil ketua DPR yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan.

Fadli Zon mengatakan, pimpinan DPR menggelar rapat setelah KPK mengumumkan tersangka Novanto. Hasilnya, merujuk UU MD3 maka status Novanto tetap sama sampai ada keputusan akhir dari pengadilan. Menurut dia, selama tidak ada keputusan dari Fraksi Golkar terkait jabatan ketua DPR, maka Novanto akan tetap memimpin DPR. "Sehingga boleh disimpulkan pimpinan DPR tetap seperti sekarang," kata Fadli.

Dalam kesempatan itu juga Novanto bicara tentang statusnya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Dia kaget dengan putusan KPK. Namun tetap menghargai dan taat terhadap proses hukum yang berjalan. Sementara ini, Novanto mengaku telah berkirim surat ke KPK agar segera menyerahkan surat penetapannya sebagai tersangka. Setelah diterima, dia akan merenung dan berkonsultasi ke kuasa hukum dan keluarga. "Saya sudah beri pengertian kepada anak-anak dan anak saya yang paling kecil," kata Novanto.

Soal tuduhan menerima uang Rp 574 miliar, Novanto bilang tuduhan itu sudah terbantahkan dalam persidangan eks Bendum Demokrat M Nazaruddin. Begitu juga persidangan Andi Agustinus alias Andi Narogong pada 29 Mei 2017 yang telah membantah Novanto menerima uang. "Saya percaya Allah Maha Tahu dan tahu apa yang saya lakukan, dan Insya Allah apa yang dituduhkan tidak benar," ujarnya.

Sebelum rapat di DPP Golkar, Novanto juga kembali menepis tuduhan tersebut. Kata dia, uang Rp 500 miliar itu sangat banyak. "Itu (uang) bawanya pakai apa? Transfernya bagaimana? Uangnya di mana itu? Besar sekali," kata Novanto. "Jadi saya mohon tolong jangan dibesarkan bahwa saya telah menerima. Ini merupakan penzaliman. Tentu apa yang sudah dalam fakta persidangan dikatakan tidak ada saya mohon untuk bisa dimengerti," tuntasnya.

Desakan agar Novanto mundur dari kursi Ketua DPR terus bermunculan. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, secara yuridis memang tidak ada aturan harus mundur jika ditetapkan sebagai tersangka. "Tapi kalau secara etis dan biar tidak mengganggu DPR mungkin bagus mundur juga," kata Mahfud MD usai rapat Pansus Angket KPK, kemarin. [krm/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa