
Dari temuan itu didapatkan bahwa polisi kerap menggunakan instrumen kekerasan untuk membatasi hak-hak korban.
"Aparat kepolisian kerap gunakan instrumen dan kewenangan kekerasannya secara serampangan untuk meredam gejolak sosial yang ada," kata Sinung Karti kepada media, di kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, (Minggu, 7/10).
Berdasarkan hemat dia, pengabaian atas banyaknya kasus kekerasan itu akhirnya memicu para warga yang merasa mendapatkan perlakuan tidak adil. Selain itu, lanjut dia, adanya siklus kekerasan dan pengabaian penegakan hukum juga menunjukkan agenda reformasi birokrasi dan penegakan hukum di tubuh Polri tidak dijalankan.
"Standar operasi, aturan internal tidak pernah dipatuhi oleh polisi, laporan dan evaluasi oleh warga tak pernah didengar dengan baik sehingga pengaduan lewat divisi profesi dan pengamanan (propam) tidak berjalan," tegas Sinung
Preseden kasus polisi untuk menangkap salah satu penyidik KPK Kompol Novel Baswedan dengan tuduhan yang seakan dibuat-buat, menurut Sinung, semakin tidak menunjukkan iktikad baik Polri untuk tegakkan hukum yang adil dan tranparan.
"Politisasi kasus seharusnya tidak terjadi jika Polri menindaklanjuti kasus-kasus serupa baik kriminalisasi, rekayasa kasus, kekerasan, bisnis polisi dan pengabaian." demikian kata Sinung.[rmol/hta]
KOMENTAR ANDA