
“Kami akan segera melakukan audit dari hulu-hilir mulai dari BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas), BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Migas) dan Pertamina akibat banyaknya kasus penyelundupan BBM subsidi dan minyak mentah milik Indonesia,” kata anggota BPK Ali Masykur Musa.
Menurut dia, BPK tidak akan pandang bulu jika ditemukan ada pihak Pertamina atau badan usaha yang terindikasi melakukan praktik tersebut, akan segera ditindak.
Dirinya sudah menaruh curiga, dengan kuota BBM subsidi sebesar 40 juta kiloliter (KL) yang tahun ini ditetapkan dalam APBN, ternyata baru beberapa bulan di beberapa kawasan sudah habis jatahnya.
Pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria menyambut baik langkah BPK yang mau mengaudit penyaluran minyak terkait banyaknya kegiatan penyelundupan. “Audit itu untuk mengetahui kerugian dan penyimpangannya,” katanya.
Namun, menurut Sofyano, audit itu juga harus dibarengi dengan dibentuknya Tim Terpadu Pengawasan Pengangkutan Laut Migas yang bisa langsung dikoordinir Menko Polhukam. “Setiap kapal tanker yang akan mengangkut migas agar memberitahukan atau melaporkan segala aktivitas kapal yang bersangkutan dan tim tersebut juga harus mengawasi gerak kapal-kapal tersebut,” katanya.
Dia menilai, kasus penyelundupan minyak yang tertangkap di Kepulauan Riau baru-baru ini, sama dengan kasus pencurian di terminal Lawe-Lawe, Balikpapan, Kalimantan Timur pada 2005. Menurut Sofyano, modusnya adalah mengambil toleransi losses 0,2 persen dan ini menjadi sangat besar jika dikalikan kumulatif muatannya.
“Misalnya, pada tanker dengan muatan 35.000 kiloliter maka dengan losses 0,2 persen itu berarti terdapat 70 kiloliter atau 70 ton atau 70.000 liter minyak tak bertuan. Itu adalah hasil losses untuk sekali angkutan,” terangnya.
Karena secara administratif masih masuk dalam toleransi losses, maka pemilik minyak bisa saja membantah tidak ada kerugian walaupun faktanya tetap ada kerugian. Dengan begitu, jika kapal tanker atau transporter tidak tertangkap, pemilik minyak tidak akan merasa rugi karena masuk dalam toleransi losses.
Menurutnya, penyelundupan minyak pasti menggunakan cara yang teramat licin. Kerugian yang timbul juga berpotensi merugikan negara triliun rupiah seperti terjadi pada kasus Lawe-Lawe dan ini lebih berbahaya dari korupsi. “Presiden harus optimalkan pengawasan di sektor ini,” katanya.
Untuk diketahui, Bea Cukai Kanwil Riau menangkap kapal MT Martha Global selaku transporter minyak Pertamina karena terbukti membawa minyak mentah 35 ribu KL dari Dumai yang seharusnya menuju Cilacap, Jawa Tengah, malah berbelok mengarah ke perairan Malaysia pada 19 September 2012. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA