post image
KOMENTAR
MBC.  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mendudukkan Mahyuddin Harahap di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Surabaya dalam kasus penjualan tanah negara yang dimilik BUMN PT Barata Indonesia. Diduga, Nahyuddin tak bermain sendiri. Harus ada upaya untuk membuat pelaku lain yang diseret ke pengadilan.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki) Boyamin Saiman menduga kuat ada pelaku lain dalam kasus ini yang sayangnya sampai saat ini tidak juga diseret.

"Tidak mungkin dia main sendiri, pasti ada kongkalikong dengan pembeli. KPK harus menjeratnya," ujar dia kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis (25/10)

Mahyuddin adalah Direktur Pemberdayaan Keuangan PT Barata Indonesia. Sementara pembeli tanah sendiri adalah Presiden Direktur PT Siantar Top, Shindo Sumidomo.

Selain menjadikan dakwaan terhadap Mahyuddin sebagai dasar, kata Boyamin, KPK juga harus bisa mengembangkan kasus ini dalam persidangan. Harus digali siapa pelaku lain yang terlibat dalam korupsi yang mengakibatkan negara rugi sekitar Rp 21 miliar ini. Termasuk diantaranya kepada Shindo Sumidomo.

"Ini yang harus ditelusuri, keterangan saksi di Pengadilan harus didalami dengan maksimal. KPK harus mendalami perannya," kata Boyamin.

Dalam dakwaan yang disusun KPK menyebutkan, dugaan korupsi ini berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Barata pada 30 Desember 2002. RUPS itu mengesahkan rencana kerja anggara perusahaan (RKAP) dan menyetujui penjualan aset Barata berupa tanah 58.700 meter persegi dan bangunan 56.658 meter persegi di Jalan Ngagel 109 Surabaya.

Pada 19 Agustus 2003, Harsusanto selaku Dirut PT Barata meminta persetujuan tertulis penjualan aset ke Menteri BUMN. Menteri menyetujui itu dan kemudian di bulan itu juga Harsusanto mencari pembeli aset PT Barata yang akan dijual.

Setelah beberapa kali ditawar beberapa calon pembeli, aset PT Barata dijual kepada Shindo Sumidono (PT Cahaya Surya Unggul Tama). Namun ternyata penjualan ini bermasalah karena harga dilepas jauh dari harga pasaran.

Menurut Boyamin, apa yang disebut dalam dakwaan bahwa perbuatan Mahyuddin menjadi pintu memperkaya terdakwa dan tim transaksi penjualan aset sebesar Rp 894 juta dan Shindo Sumidomo alias Asui (pemilik PT Cahaya Surya Unggul Tama) sebesar Rp 21,770 miliar ditambah dengan kekurangan pembayaran talangan PT Barata atas SPPT PBB tahun 2004 oleh PT Cahaya Surya Unggul Tama sebesar Rp 25,6 juta sangatlah jelas menjadi petunjuk siapa sebenarnya yang layak diseret ke pengadilan. Belum lagi dalam dakwaan juga dikatakan Shindo ikut serta dalam perbuatan merugikan negara ini.

"Turut serta itu sama dengan pelaku, artinya hukumannya juga sama. Beda kalau perbuatannya hanya membantu, itu ancaman perbuatannya sepertiga dari pelaku. Jadi kalau dalam dakwaan sudah dinyatakan begitu, maka sudah seharusnya KPK juga menjeratnya ke pengadilan," tandasnya.[rmol/hta]

Pemberdayaan Berbasis Masyarakat Tingkatkan Keterampilan Menulis Bahasa Inggris Siswa SMK YAPIM Biru-Biru

Sebelumnya

Kegiatan Pengabdian FKM USU Sosialisasi Pemberdayaan Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) Melalui Inovasi Healthy Coconut Balm Untuk Meredakan Nyeri Haid Secara Alami Dan Pembentukan Komunitas Srikandi Bahari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa