post image
KOMENTAR
Salah satu pekerjaaan rumah yang harus dihadapi Gubernur Sumatera Utara yang baru nanti adalah menyelesaikan sengketa agraria baik pada sektor perkebunan maupun sektor pertambangan.

Sengketa agraria di sektor perkebunan di Sumatera Utara ada yang merupakan warisan dari masa kolonial, dan ada juga yang merupakan peninggalan masa Orde Baru. Misalnya yang terjadi di Desa Aek Kanan di Kecamatan Dolik Sigompulan, Padang Lawas antara warga setempat dengan PT. Tanjung Siram.

Sementara sengketa agraria di sektor pertambangan sering terjadi karena perusahaan pertambangan menggunakan lahan warga secara sepihak seperti yang terjadi di Batang Toru, Tapanuli Selatan. Warga Batang Toru memprotes PT Agincourt Resource yang secara sepihak membangun jaringan pipa di tanah milik warga.

"Konflik agraria di Sumatera Utara sudah sangat mengkhawatirkan. Dari data yang dimiliki Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Sumatera Utara adalah provinsi dengan jumlah sengketa agraria terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Sepanjang 2012 di Jawa Timur terjadi 24 kali konflik sementara di Sumut 21 kali konflik," ujar Teguh Santosa, pendiri Teguh School of Democracy dalam perbincangan beberapa saat lalu (Jumat siang, 28/12).

Sudah sering kali sengketa antara warga yang merasa dilanggar haknya dan perusahaan berakhir berakhir dengan bentrokan.

Pria kelahiran Medan ini berharap Gubernur Sumut yang baru nanti tidak memandang sebelah mata sengketa agraria yang terjadi.

"Sumatera Utara membutuhkan seorang gubernur yang berwibawa, visioner dan memahami seluk beluk sengketa agraria yang sudah mengkhawatirkan ini. Dia harus mau berdiri di garda depan untuk ikut menyelesaikan persoalan," begitu kata Teguh. [zul]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi