post image
KOMENTAR
Harga daging mahal disinyalir karena permainan kartel. Perusahaan yang terlibat melakukan kecurangan tersebut sudah dilaporkan  ke pemerintah. Sayangnya, mereka belum ditindak.

Harga daging sapi hingga kini belum turun sejak enam bulan lalu. Harga di pasaran manteng berkisar  Rp 95 ribu sampai 100 ribu per kilogram. Berdasarkan data World Bank, harga daging di Indonesia tersebut termahal di dunia. Dua kali lipat lebih mahal bila dibandingkan sejumlah negara tetangga.

Di Malaysia harga daging 4,3 dolar AS per kilogram atau sekitar 39  ribu dan Thailand 4,2 dolar AS per kilogram atau sekitar 38 ribu.  Mahalnya harga daging tersebut belakangan ini memicu protes keras dari berbagai kalangan di antaranya pedagang kecil dan industri olahan. Pasalnya, diduga dibalik mahalnya harga komoditas tersebut karena ada praktik kecurangan di dalam perdagangan.

Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartanti menilai, mahalnya harga daging sapi sebagian besar disebabkan praktik kartel.

Sebenarnya, kata dia, produksi sapi dalam negeri ditambah kuota impor cukup memenuhi kebutuhan pasar lokal. Hal ini sudah pernah dihitung pemerintah. Bahkan, Kementerian Pertanian yakin impor tidak perlu ditambah karena sudah cukup.

Saya melihat penjualan daging sapi bukan ditentukan karena supply and demand. Tapi karena ada permainan kartel. Pasokan dan harganya sudah ditentukan para pemainnya, kata Enny kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia melihat, munculnya kasus importir nakal hanya dampak dari mahalnya harga daging sapi. Mereka ingin bisa ikut menikmati kondisi saat ini. Menurutnya, kasus dugaan suap PT Indoguna Utama kepada bekas Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Luthfi Hasan Ishak untuk mendapatkan tambahan kuota impor bisa jadi cermin betapa tinggi keuntungan dari kuota daging sapi.

Untuk mengatasi gejolak harga daging sapi, Enny mendesak pemerintah agar segera memberantas praktik kecurangan.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Munrokhim Misanam mengungkapkan, pihaknya pernah memberikan laporan nama-nama perusahaan yang diduga melakukan praktik kartel pangan. Kita sudah melaporkan, tapi nggak ada tindak lanjut dari pemerintah, kata Munrokhim.

Perusahaannya apa saja? Munrokhim mengaku tidak hafal nama-namanya. Yang jelas daftarnya sudah disampaikan ke pemerintah. Untuk memberantas praktik kartel, komisi ini sudah menyiapkan beberapa langkah. Di antaranya, KPPU akan mendorong agar tender pengadaan impor pangan seperti dilakukan terbuka dan transparan. keterbukaan dan transparansi bisa mendorong persaingan usaha yang adil, katanya.

Kedua, meminta pemerintah meningkatkan pengawasan, terutama komoditas yang berpotensi dikuasai oleh segelintir pengusaha. Dan ketiga, KPPU akan lebih aktif melakukan pencegahan. Apabila, ada tanda-tanda muncul praktik kartel, KPPU akan segera memberikan peringatan.

Pengurus Komite Daging Sapi (KDS) Jakarta Raya Sarman Simanjorang mengusulkan pemerintah menentapkan Harga Patokan Pasar (HPP) untuk mengendalikan harga komoditas penting seperti daging dan beras. Tujuannya, agar  harga tidak sering bergejolak.

Apabila harga mulai melambung, pemerintah langsung melakukan intervensi melalui berbagai kebijakan, katanya.

Misalnya, seperti sekarang harga daging mahal, Sarman ingin pemerintah melakukan intervensi, semestinya menambah pasokan daging ke pasar. Caranya bisa dengan menambah kuota impor. Menurutnya, harga daging mahal karena permintaan dan pasokan tidak seimbang.

34 Tahun Jualan, Baru Kali Ini Harga Daging Sulit Turun Lagi

Harga daging yang mahal telah membuat sejumlah pedagang kecil merana. Pasalnya omzet mereka turun sampai 50 persen.

Keuntungan saya turun 50 persen. Karena pasokan daging terbatas dan konsumen berkurang karena harga mahal, kata Parjono kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Parjono adalah pedagang daging sapi di Pasar Cibubur, Jakarta Timur. Sebelum harga daging alami kenaikan siknifikan enam bulan lalu, dia bisa menjual 1-2 kuintal daging per hari. Ketika itu harga daging Rp 60-70 ribu per kilogram. Kini paling banyak 50 kilogram per hari.

Di Pasar Cibubur, Jakarta Timur, terungkap, harga daging sapi saat ini masih manteng Rp 90-100 ribu per kilogram. Parjono tidak bisa menjual harga lebih murah karena dia membeli daging Rp 85 ribu per kilogram. Selama ini dia mendapatkan pasokan daging dari rumah pemotongan hewan di Kawasan Cibubur.

Parjono berharap, harga daging bisa segera turun. Dia khawatir lama-lama bangkrut bila omzet tidak membaik.

Uci, pedagang daging sapi di Pasar Tradisional Cibinong-Bogor, juga bernasib sama. Sejak harga daging mahal, penghasilannya berkurang.

Dia mengungkapkan, membeli daging dari pemasok dari kota Bogor, Rp  73 ribu sampai 75 ribu ribu per kilogram. Dan dijual kembali ke konsumen 80 ribu sampai 85 ribu per kilogram.

Kita babak belur mas, karena tidak bisa menjual harga tinggi. Banyak konsumen yang mengeluh dan pelanggan mengurangi pembelian, katanya.

Uci mengatakan, tidak ada masalah dengan pasokan. Selama ini lacar-lancar saja. Uci sudah jualan daging di pasar tersebut 34 tahun. Menurutnya, baru pertama kali dalam sejarah harga daging naik dan tidak turun setelah Lebaran.

Kalau bulan Ramadhan harga daging naik tetapi biasanya langsung turun setelah Lebaran. Sekarang tidak turun-turun, katanya.

Kondisi berbeda dirasakan Ribut, pedagang daging di Pasar Serang-Bekasi. Kalau Uci lancar mendapatkan pasokan, Ribut sebaliknya, dia kesulitan dapatkan komoditas tersebut. Saya sudah keliling ke tempat berbagai pemotongan di Jabotabek tapi tidak dapat, imbuhnya.

Untuk mendapatkan daging, satu pekan lalu dia sampai mencarinya ke sejumlah peternak di Jawa Timur. Tapi sayang, hasilnya tidak memuaskan. Dia mempertanyakan, klaim pemerintah bahwa stok sapi di dalam negeri mencukupi.

DPR Desak Hitung Ulang Kuota Lokal

Wakil Ketua Komisi IV  DPR, Herman Khaeron mengusulkan kebutuhan dan pasokan daging dalam negeri dihitung ulang. Menurutnya, harga daging mahal sangat mungkin terjadi karena salah hitung kebutuhan masyarakat. Pasokan tidak seimbang dengan permintaan.

Selama ini ada fakta penghitungan kebutuhan kuota daging selalu melesat, kata Herman kepada Rakyat Merdeka.

Herman menuturkan, selama ini perhitungan kebutuhan daging dengan melihat pendapatan per kapita per tahun.Perhitungan  tersebut bisa saja meleset karena terjadi perubahan pendapatan masyarakat dampak dari pertumbuhan ekonomi.

Permintaan itu direspon posotif pemerintah. Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, pihaknya akan mengecek jumlah pasokan dan kebutuhan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah konsumsi daging masyarakat Indonesia naik dari 1,9 kilogram per kapita/tahun menjadi 2,2 kilogram per kapita/tahun. Sementara jumlah impor daging berkurang. Menurutnya, dibalik kenaikan harga perlu dipastikan dulu penyebabnya.

Dia menuturkan, kewenangan penentuan kuota impor pangan berada di Kementerian Pertanian. Pihaknya hanya sebatas melakukan koordinasi. Tapi, Hatta janji akan mengkaji ulang data impor. Kita akan lihat apakah data yang ada akurat, kata Hatta, Jumat (8/02). [rmol/hta]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi