post image
KOMENTAR
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) wilayah Sumut mendesak pemerintah menghentikan impor sayur ke Sumatera Utara yang sebenarnya bisa dipenuhi dari pasokan lokal. Hal ini disampaikannya usai meresmikan pusat kebun hidroponik hidro tani sejahtera Sei Mencirim.

Ia mengaku sangat miris mengingat impor sayuran masih sangat tinggi ke provinsi yang berstatus sebagai sentra penghasil sayur ini. Ironisnya volume impor sayuranmenurutnya terus bertambah.

"Malah kalau saya tidak salah di tahun 2012 jumlahnya meningkat hingga 35 persen. Padahal kita tahu sendiri sentra sayur kita cukup banyak dari Simalungun, Karo dan wilayah tapanuli. Tapi kita harus impor lo," katanya, Rabu (19/7).

Gus mengatakan nilai impor sayur yang masuk Sumut itu nilainya ada di kisaran 30 juta dolar AS per tahun. Secara nasional jumlah impor sayur mencapai 500 juta dolar AS per tahun. Permintaan paling banyak itu memang dari hotel terutama standar internasional yang tak anggapannya tak bisa dipenuhi dari produksi lokal. Dia menegaskan sayuran impor yang paling banyak masuk Sumut itu seperti bawang merah, bawang putih, wortel, jamur, cabai, bayam, sayuran segar lainnya, kentang dan kacang kapri. Sedangkan negara asalnya yakni China, Myanmar (Burma), Australia, India, Thailand, Ethiopia, Malaysia, Vietnam, United Kingdom (UK), Kenya dan Amerika Serikat.

Begitupun, sayuran impor ini juga sudah mulai beredar di sejumlah pasar maupun supermarket di Sumut diantaranya cabai, kentang, kubis, bawang putih dan bawang merah. Sejumlah komoditas ini sudah bebas dibeli oleh masyarakat (konsumen). Hal ini sangat dikhawatirkan akan meningkatkan konsumsi sayuran impor.

"Bayangkan sebenarnya di Sumut semua ada tapi masih harus didatangkan dari luar negeri. Itu sebabnya tekad saya untuk mengembangkan tanaman hidroponik dengan basis produksi sayur ini akan bisa menjangkau seluruh wilayah Sumatera Utara," tuturnya.

Hingga saat ini hidro tani sejahtera yang ada di Sei Mencirim sudah berproduksi tapi baru dimanfaatkan untuk konsumsi masyarakat setempat.

"Jiran tetangga yang ada di sini menjadi salah satu orang yang pertama menikmati panennya. Tentu selain sayur kami juga merancang peternakan ikan," ungkapnya.

Gus mengaku makin memahami kenapa masyarakat Sumut masih tertinggal dengan daerah lain. Faktanya adalah karena berbagai potensi yang ada tidak dimanfaatkan secara maksimal. Dengan membuat hidro tani sejahtera dengan nama produksi nabati, dia berharap produk segar produksinya akan menembus semua level pasar.

"Lucunya malah ada sayur yang kita impor dari Singapura. Ini gila dan tidak masuk akal. Singapura itu tidak ada tanahnya. Itu bagaimana, kenapa kok ya buat miris. Wajar kalau kemudian produksi sayur kita tidak kompetitif," pungkasnya.[rgu]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Ekonomi