. Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) menandatangani kesepakatan (Memorandum of Understanding/MoU) mengenai Penanganan Konflik Sosial Secara Damai di Sumatera Utara.
Penandatanganan kesepakatan tersebut digelar di Markas Brimobdasu, Jalan KH Wahid Hasyim, Medan, Kamis (12/12/2013).
Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho menyebutkan konflik-konflik utama yng terjadi di Sumatera Utara masih didominasi oleh konflik yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Selain itu, konfik yang paling menyita perhatian mereka yakni penanganan konflik jelang pelaksanaan Pemilu 2014.
"Ada 36 jenis rencana aksi, satu diantaranya yang sudah pasti yakni persoalan tanah, namun yang mendesak dalam waktu dekat ini yakni berkaitan dengan situasi jelang Pemilu 2014 mendatang," katanya.
Gatot menyebutkan, konflik pada masyarakat yang plural seperti Sumatera Utara pasti tetap ada. Hanya saja, sejauh ini berbagai konflik yang terjadi masih bisa ditangani dengan baik. Hal ini karena masyarakat masih sangat toleran antara satu dengan yang lainnya meskipun memiliki pandangan yang berbeda.
Modal toleransi yang tinggi inilah yang diyakini masih tetap membuat kondisi Sumatera Utara selalu kondusif.
"Konflik pasti ada, sedangkan antara suami-istri saja ada konflik kok," ujarnya.
Penandatanganan kesepakatan tersebut ditandai dengan berbagai simulasi penanganan konflik mulai dari aksi unjuk rasa damai hingga unjuk rasa anarkis yang membutuhkan penindakan tegas.
Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Syarief Gunawan menyebutkan berbagai rencana aksi yang digelar tersebut merupakan bentuk simulasi sebelum turun ke lapangan. Jumlah personel dalam setiap penanganan aksi menurutnya tetap disesuaikan dengan kondisi yang terjadi.
"Bukan persoalan berapa banyak personel, tapi bagaimana setiap elemen itu bisa bekerja sama mengatasi situasi, kalau jumlah personel itu sudah menjadi bagian teknis dari rencana aksi," sebutnya.
Kapolda memastikan simulasi yang dilakukan tersebut tidak hanya dalam bentuk penanganan terhadap massa saat terjadinya aksi akibat konflik yang ada. Namun, penanganan konflik terebut juga harus dilakukan pasca-penindakan (penanganan) di lapangan terhadap aksi-aksi massa.
"Jadi filosofinya, penanganan damai itu ya hingga kembali kepada situasi semula tanpa ada permasalahan lagi," pugkasnya. [dito]
KOMENTAR ANDA