post image
KOMENTAR
Dengan raut sedih tiga wanita mendatangi ruang SPKT Polresta Medan, Sabtu ( 26/4/2014). Didampingi Komnas PA Pokja Medan, ketiga tersebut mempertanyakan kasus pencabulan yang diduga dilakukan guru les privat SD, Sukiman Alias Acek warga asal Singapura yang tinggal di Jalan Deli Indah, Blok II, Marelan.

Tiga ibu rumah tangga itu adalah, Ktn (36), warga Dusun IX, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kh Nasution (40) warga Pasar I Tengah, Marelan dan Nv (34), warga Jalan Batu, Gang Amal, Lingkungan II, Kelurahan Tanah 600, Kecamatan Medan Marelan.

Kasus pencabulan yang diduga dilakukan Sukiman terhadap anak mereka AT (9), S (8) dan A (8) yang masih duduk di sekolah SD telah dilaporkan kepetugas SPKT pada tanggal 8 dan 11 April 2014 lalu   , namun hingga kini tidak pernah di proses.

" Kami datang ke sini untuk mempertanyakan kasus pencabulan yang terjadi kepada anak kami. Masa sejak kami buat laporan, hingga kini belum juga diproses dan kami pun belum dipanggil untuk dimintai keterangan," ujar Nv, seorang ibu yang anaknya diduga menjadi korban pencabulan.

Menurutnya, ada kejanggalan pada pasal yang diterapkan pada salah seorang korban, karena polisi menerapkan Pasal 49 UU No.23 /2014 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, bukan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Novarida menjelaskan, kasus ini terungkap saat anaknya merasakan sakit di bagian kelaminnya saat buang air kecil. Saat itu, anaknya baru pulang dari tempat les privat di rumah Sukiman.

"Pas tau itu, aku terkejut dan langsung membawa putriku mereka ke dokter. Dari hasil visum luar, dokter menyatakan terdapat luka memar di bagian kemaluan anakku. Sudah sering diperlakukan tidak senonoh oleh guru privat mereka itu. Dari pengakuan anakku,  mereka kerap dipangku dan tidak jarang dicabuli oleh guru les tersebut," jelasnya.

Kejadian tersebut kemudian diceritakan kepada beberapa orang tua murid lainya, yang kebetulan masih memiliki hubungan kerabat dengannya. Ternyata, anak-anak mereka semua mengalami perlakuan yang sama.

"Mendapat kejadian yang sama itulah, kami melapor ke Komnas PA Pokja Medan," ujarnya.

Setelah melapor, katanya, pihak kepolisian pada Kamis (24/4/2014) menangkap diduga pelaku pencabulan itu . Namun sayangnya, pada Jumat (25/2014) diduga pelaku dilepaskan.

"Kami dengar udah dibebaskan, makanya kami ke sini. Kata Kanit PPA tidak cukup bukti. Padahal mana mungkin anak kecil seperti itu bisa berbohong. Kami juga sudah membawa hasil visum," sesalnya.

Sumantri, Ketua Bidang Pelayanan sekaligus kuasa Hukum Komnas Perlindungan Anak, menyesalkan sikap unit PPA yang lambannya menangani kasus pencabulan terhadap ketiga anak klienya.

"Sangat kita sesalkan, karena unit PPA Polresta Medan tidak pro aktif dalam memproses kasus ini," ujarnya.

Kita juga menyayangkan Polresta Medan juga telah melepas diduga pelaku pencabulan yang diketahui warga Singapura itu.

"Kita sesalkan itu, karena kata mereka tidak cukup bukti. Padahal anak saksi dan anak itu sendiri yang mengalaminya. Inilah hari Senin depan akan kita hadirkan saksi kunci untuk kasus ini," jelasnya.

Ia menuturkan, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur memiliki keistimewaan tersendiri. Sehingga tidak dimasukkan dalam perkara pidana biasa.

"Seharusnya kepolisian lebih jeli melihat persoalan tersebut dengan menerapkan Pasal dalam UU Perlindungan Anak," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam kasus pelecehan seksual yang sering terjadi belakangan ini, Komnas Perlindungan Anak Medan berharap, seharusnya polisi menindaklanjuti perkara ini dengan serius dan memberikan sanksi yang berat agar tidak menjadi pelajaran bagi semua masyarakat.

Sehingga, ke depannya tidak ada lagi anak-anak menjadi korban para pelaku yang memiliki penyimpangan sosial. [ded]

Anak Dan Ayah Keroyok Warga Hingga Tewas Di Medan

Sebelumnya

Ini Obat Cair Yang Digunakan Reynhard Sinaga 'Predator Seksual' Dalam Memperdaya Korbannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Kriminal