Psikolog Universitas Medan Area, Irna Minauli mengatakan fenomena 'loyalis buta' pada setiap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) bisa berbahaya bagi keluarga. Sebab, para loyalis tersebut biasanya akan menganggap orang-orang yang berbeda pandangan dengannya sebagai musuh, termasuk didalam keluarga.
"Mereka akan menganggap orang yang memilih pihak lawan sebagai pihak out-group termasuk anggota keluarga. Terhadap pihak out-group, mereka akan menganggap sabagai pihak musuh yang bisa mengancam presiden pilihannya," katanya, Selasa (15/7/2014)
Lebih lanjut ia menjut ia menjelaskan, ambisi yang ditularkan oleh masing-masing tim sukses kepada para pendukungnya, membuat mereka merasa punya andil besar untuk memenangkan calon presidennya.
"Itu sebabnya mereka kemudian menjadi loyalis yang buta. Mereka akan menyerang setiap orang yang menjelekkan presiden pilihannya. Hal inilah yang kemudian menjadi awal permusuhan di antara kedua kubu tersebut," terangnya.
"Hal inilah yang seharusnya kita sadari bersama, bahwa kerusuhan yang ditimbulkan oleh kedua kubu, bisa menjadi awal perpecahan bangsa Indonesia. Kita harus berkaca pada kasus-kasus yang sudah terjadi di Syiria dan banyak negara lain. Kesatuan dan persatuan di antara sesama pendukung harus senantiasa dipelihara. Sehingga kita tidak mudah terprovokasi oleh pihak lain," tambahnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA