post image
KOMENTAR
Terus menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak beberapa bulan terakhir mengindikasikan situasi ekonomi di bawah pemerintahan Jokowi-JK jauh dari stabil. Bahkan sebagian pengamat meramalkan krisis akan kembali datang seperti di awal era reformasi.

Menanggapi spekulasi tersebut, Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Hatta Rajasa mengatakan bahwa situasi saat ini berbeda dengan tahun 1997.

"Situasinya tidak separah 1997, karena saat itu krisis bersifat multidimensi, khususnya keinginan kolektif yang tak terbendung untuk mengakhiri otoritarian. Namun bukan berarti krisis rupiah saat ini tidak bisa mengarah ke krisis yang lebih dalam, semua tergantung policy response pemerintah," ujar Hatta saat berbincang dengan wartawan, Minggu (16/8).

Hatta mengakui pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan faktor eksternal, yaitu membaiknya ekonomi AS, kenaikan suku bunga The Fed dan devaluasi mata uang China, Yuan.

"Dengan membaiknya ekonomi AS dan kebijakan The Fed, maka akan berdampak pada capital outflow dari negara-negara emerging, termasuk Indonesia. Belum lagi devaluasi Yuan yang mengakibatkan currence account devisit sehingga semakin dalam menekan rupiah," tambah mantan Menko Perekonomian di Kabinet Indonesia Bersatu II.

Namun begitu, Hatta menghimbau pemerintah jangan juga terlalu percaya diri bahwa tak akan ada ancaman krisis sama sekali. Pasalnya akibat buruk bisa saja terjadi.

"Banyak indikasi bahwa krisis rupiah berdampak pada menurunnya daya beli dan melambatnya sektor ritel dan konsumsi," lanjut Hatta.

Hatta menambahkan sejauh ini, respon awal pemerintah Jokowi-JK sudah dijalankan di atas kertas, namun tidak berjalan di lapangan karena lemahnya koordinasi. Maka dari itu, Hatta berharap reshuffle yang dilakukan beberapa waktu lalu mampu meningkatkan fungsi koordinasi Kabinet Kerja, sehingga kebijakan presiden bisa dijalankan.

Mantan Ketua Umum PAN itu menambahkan solusi yang harus diambil dalam jangka pendek oleh pemerintah untuk mengatasi krisis adalah dengan menjaga momentum pertumbuhan.

"Pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya faktor penopang ekonomi, namun bila angka pertumbuhan terlalu rendah, lapangan kerja juga makin sempit," kata Hatta.

Sementara untuk menolong masyarakat bawah yang terimbas pelemahan rupiah, menurut Hatta, perlu adanya intervensi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Diantaranya pemerintah perlu membuat terobosan melalui keep buying strategy.

Dan pemerintah perlu menjaga kemampuan daya beli masyarakat bawah agar tetap bisa memenuhi kebutuhannya. Caranya, salah satunya dengan menghapus pajak untuk mereka yang berpendapatan rendah, misalnya tiga juta ke bawah, agar daya beli tidak tergerus. Selain itu penguatan sistem pelayanan investasi yang berorientasi mengurangi high cost akan dapat mencegah capital outflow.

"Semua elemen bangsa harus bersatu, berhenti bertikai dan bekerja keras. Hanya dengan itu krisis akan lebih cepat kita lalui dan kita masih bisa merawat optimisme akan adanya perbaikan di masa depan," demikian Hatta. [hta/rmol]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi