post image
KOMENTAR
Harga beras saat ini sedang mengalami kenaikan, yakni berkisar Rp 5.000 hingga Rp 15.000 per karung. Sedangkan, harga panen kering di kalangan petani mencapai Rp 5.000 per panen. Namun meskipun begitu, petani tetap was-was terhadap hama Wereng Batang Cokelat (WBC), pasalnya, hama tersebut dapat merugikan petani hingga 100 persen.

"Hingga saat ini memang tidak ada kendala, begitu juga dengan serangan hama. Karena memasuki musim kemarau," ujar Ketua Kelompok Tani Tri Murni Pematang Cengal Barat Tanjung Pura Langkat Darmawan, Jumat (29/1).

Namun, kata Darmawan, dirinya dan petani lainnya sering merasa was-was, apalagi musim saat ini sulit diprediksi. Bahkan, sering terjadi musim ekstrim.

"Ini yang kita antisipasi, semoga tidak terjadi, karena jika terkena hama ini, tanaman padi kita bisa puso," ucapnya.

Sementara itu, untuk mengantisipasi hama WBC, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara (BPTP Sumut) telah melakukan penelitian di Desa Mangga, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat pada Mei 2015 lalu.

"Ini dilakukan karena keluhan petani terhadap hama WBC ini, yang menjadi salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman padi yang dapat merugikan petani hingga 100 persen (puso)," ujar Kepala BPTP Sumut Catur Hermanto.

Pada saat itu, katanya, varietas yang ditanam adalah impari 30 seluas 40 hektare (ha), impari 3 seluas 40 ha, ciherang 34 ha, mikongga 5 ha, padi ketan 0,2 ha, varietas Pesantren Jawa Timur 0,2 ha. Sementara, metode tanamnya adalah legowo 2 banding 1, legowo 4 banding 1 dan ada yang sistem tegel jarak tanam 25 cm x 25 cm.

"Untuk mengetahui populasi dan intensitas serangan hama WBC, peneliti BPTP Sumut melaksanakan survei serangan hama wereng cokelat tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara wawancara dengan petani dan penyuluh. Selesai wawancara dilanjutkan pengamatan ke lapangan. Dari luas areal 120 ha, diambil sampelnya setiap varietas 3 titik, setiap titik diamati 25 tanaman yang dilaksanakan secara diagonal dan secara acak," jelasnya.

Sedangkan, lanjutnya, parameter yang diamati adalah populasi, intensitas serangan. Pengendalian OPT menggunakan insektisida dosis tinggi dan beraneka ragam akan menimbulkan resisten, merusak lingkungan, terjadi resten dan menimbulkan efekresidu. Dalam melaksanakan monitoring ini varietas adalah mikongga, impari 3 dan impari 30, populasi WBC termasuk masih rendah.

"Produksi yang diperoleh ternyata senada dengan tinggi rendahnya populasi dan intensitas serangan WBC, makin tinggi populasi dan itensitas serangan maka produksi akan rendah. Karena itu, kita akan tetap melakukan penelitian, kemungkinan ke kabupaten/kota lainnya, agar serangan WBC ini mudah diatasi petani secara mandiri, tanpa harus was-was dengan cuaca ekstrim," tukasnya.[rgu]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi