post image
KOMENTAR
Komisi III DPR diminta untuk mencermati dengan teliti rekam jejak Kapolri yang akan dipilih menggantikan Jenderal Pol Badrodin Haiti.

Pasalnya, dari catatan yang dimiliki Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Komjen Pol Tito Karnavian yang menjadi pilihan Presiden Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri, bukanlah sosok yang demokratis. Justru, kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris itu condong pro pemodal melalui CSR.

Mengutip isi surat petisi KSPI kepada pimpinan DPR, diurai bahwa Tito semasa menjabat Kapolda Metro Jaya pernah melakukan kriminalisasi terhadap 23 orang aktivis buruh, dua orang pekerja bantuan hukum LBH Jakarta, dan seorang mahasiswa yang tengah aksi damai menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 Tentang Pengupahan di depan Istana Negara, Jakarta, 30 Oktober 2015.

Bahkan aksi unjuk rasa damai tersebut dibubarkan secara keji dan brutal disertai penangkapan dan dihancurkannya mobil komando buruh oleh petugas berbaju tulisan 'Turn Back Crime' dan 'Polisi'.

"Kejadian ini dapat dilihat pada bukti video dan foto yang kami lampirkan. 26 aktivis tersebut kini telah menjalani persidangan ke  12 dan terancam di penjara," tulis Presiden KSPI, Said Iqbal dalam surat petisi bernomor 306/DEN-KSPI/VI/2016 tersebut.

Disebutkan pula bahwa Tito antidemokrasi, termasuk aturan hate speech. Ini ditunjukkan Tito dengan mengusulkan pemberlakuan Peraturan Gubernur tentang pelarangan demonstrasi, kecuali di tiga tempat. Pergub itu telah disahkan gubernur DKI.

Poin lain yang jadi catatan kritis KSIP terkait dugaan Tito menggunakan dana CSR dalam penggusuran di Kalijodo dan pembangunan parkir Mapolda Metro Jaya. Hal tersebut dinilai KSPI jelas pelanggaran berat terhadap konstitusi, yang mengakibatkan barter kebijakan upah murah dan pelaksanaan outsourcing di perusahaan-perusahaan yang memberi dana CSR berjalan.

Aktivis-aktivis buruh dan kalangan pegiat sosial khawatir kebijakan kriminalisasi terhadap aktivis yang vokal dan kritis, termasuk para anggota DPR, berlanjut di kepemimpinan Polri yang baru nanti.

"Untuk itu, buruh memohon kepada pimpinan DPR RI dan Pimpinan Komisi III DPR RI untuk membacakan petisi catatan kritis ini dalam uji kepatutan dan uji kelayakan calon Kapolri sehingga rakyat dan buruh akan  mendapatkan Kapolri baru yang berkomitmen hanya tunduk pada negara dan konstitusi bukan kepada penguasa dan pemodal," pinta Said Iqbal.

Diharapkan, kapolri baru menggunakan kewenangannya menegakkan demokrasi, bukan hanya berlindung dengan jargon, demi ketertiban” tetapi sesungguhnya memberangus demokrasi. Sebab, tidak akan pernah tercipta ketertiban ketika kemiskinan dan ketidakadilan masih dirasakan.

Buruh meminta, tidak akan ada lagi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian atau oleh masyarakat ketika buruh melakukan aksi unjuk rasa dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan.

"Petisi ini disampaikan kepada pimpinan DPR RI & pimpinan Komisi III DPR RI oleh  buruh  terhadap siapapun calon Kapolri yang diajukan Presiden berkenaan dengan kebijakannya," demikian Said Iqbal. [sfj/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa