post image
KOMENTAR
(Tiga Cerita Singkat)

Diferensiasi

Dia tak pernah lelah menjadi saputangan. Walau pekerjaan yang dilakukannya kadang terlampau menjijikkan. Bukan itu saja, perlakuan tak pantas malah acap kali dia terima. Setelah menepis ingus, menahan ludah, dia disembunyikan di saku belakang. Di pantat!

Sekali waktu dia hampir menyerah menjadi saputangan. Sebab dia tak kuasa menahan bobot sang tuan yang menindihnya di atas kursi berbahan jati. Dia menangis. Tapi hanya dia sendiri yang mendengar. Dia ingin berhenti menjadi sapu tangan, tapi ingatannya melarang.

"Jangan! Sekali waktu kau pernah terhibur oleh tangisan seorang perempuan yang ditindih sang tuan. Dan kau hadir di sana sebagai penyeka air mata"

Meski menangis, saputangan membatalkan niat untuk menyerah. Sambil menahan sakit dia umbar senyuman dan berkata: "aku adalah pahlawan"

Sayangnya sang tuan tak pernah bisa mendengar. Dia tetap duduk manis di atas kursi berbahan jati. Dan saputangan harus menerima kenyataan itu.

Binjai, 17/9


Mitos

Seseorang berteriak heboh sambil menghampiri sekumpulan orang yang sedang membicarakan Kolor Ijo.
"Bro, mas, zus, mba, bung, koh, cik, cuy... aku melihatnya!"

Kemudian muncul seseorang dari tengah kelompok itu bertanya. "Apa? siapa yang kau lihat?"

Sambil mengatur jalan nafasnya, orang yang berlari menghampiri itu pun menjawab "Kolor Ijo... aku melihat Kolor Ijo!"

Buset dah!. Sontak saja, semua orang yang sedang membicarakan Kolor Ijo kian panik. Untuk memecahkan kepanikan itu, salah seorang dari mereka kemudian bertanya kepada si pembawa berita.

"Ha? coba kau jelaskan bagaimana Kolor Ijo itu?"
Yang di tanya kemudian cengengesan. Kemudian, sambil memastikan nafasnya telah berjalan teratur, dia bersabda "Percuma bro, kalau kukasih tahu pun kalian takkan percaya..."

Binjai, 19/11

Sadomasokis

Lelaki itu terus berjalan. Nyeri dan perih ditanggungnya sebagai kewajaran. Padahal, kakinya sudah basah oleh darah, sedang aspal jalanan sudah berubah menjadi merah.

Dia hidup di dalam pilihan yang sudah dipilihkan untuknya. Menjadi buruh panggul yang saban waktu harus menggeret gerobak yang ditumpangi majikannya.

Rute yang dilewatinya sama sekali tak dapat dikatakan mudah. Beling dan duri menikam telapak kakinya, sementara cambuk terus diarahkan ke pundaknya.

"Jalan, pemalas! Aku tau kau menikmati perjalanan ini!" teriak majikannya sambil mengayunkan cambuk ke pundak lelaki itu.

Lelaki itu tetap melangkah. Dia tersenyum. Sementara darahnya terus tersadap....

Binjai, 9/10 

Ibu Tanah Air

Sebelumnya

16 Titik Api Dideteksi Di Sumatera, Singapura Berpotensi Berkabut

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Rumah Kaca