post image
KOMENTAR
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini tidak dikelola dengan prinsip Nawacita Jokowi-JK. Dimana seharusnya BUMN dikelola berdasarkan Nawacita keenam yaitu, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Dan ketujuh, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi dan Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Jumat (3/7).

Jelas Yenny, tulang punggung dari wujud implementasi Nawacita ke enam dan ketujuh adalah pada BUMN. Dimana seharusnya, BUMN mampu menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan dan meningkatkan kemandirian ekonomi serta bersaing dengan bangsa lainya. Namun faktanya, dalam catatan FITRA ada tiga hal yang bertentangan dengan implementasi Nawacita dalam pengelolaan BUMN oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.

Pertama, oleh Menteri Rini, alih-alih membangun kemandirian, justru BUMN dijebak lagi dalam ketergantungan pada utang luar negeri dengan Cina sebesar Rp 650 triliun. Dengan bunga rata-rata 7 persen dalam jangka waktu pengembalian hingga 30 tahun maka hampir Rp 1.000 triliun untuk membayar hutang nantinya. Sehingga BUMN justru disetir oleh Cina, dan kemungkinan pengembalian hutang akan berupa saham yang dimiliki Cina.

"Hal ini merupakan upaya menjual BUMN secara halus kepada Cina oleh Menteri Rini," ujar Yenny.

Kedua, lalu apa gunanya Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN-P 2015 kepada BUMN senilai Rp 68 triliun. Disinyalir hingga saat ini, implementasi PMN tidak jelas, ada yang belum dicairkan, ada yang dicairkan namun tidak jelas arah penggunaannya, dan dugaan transaksional dari PNM tersebut tinggi karena alokasi dan penggunaan tidak dapat diukur dalam nilai asset ataupun peningkatan keuntungan BUMN yang mendapatkan subsidi Negara tersebut.

"Hal ini tentu saja berdampak pada tidak efektifnya uang Negara yang dicairkan untuk BUMN," paparnya.

Ketiga, pada rapat RDP dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu hingga saat ini Menteri Rini belum bisa menyampaikan roadmap arah pembangunan dan revitalisasi BUMN sesuai dengan arahan Nawacita untuk mendorong ekonomi kerakyatan dan daya saing internasional.
"Roadmap ini penting, agar BUMN tidak selalu didesain merugi dalam laporan keuangan. Karena, jika demikian ini bagian dari upaya melanggengkan kegiatan sapi perah oleh politisi terhadap BUMN setiap tahun," sebut Yenny.

Alih-alih memperkuat BUMN agar menjadi perusahaan yang mampu mendorong pendapatan Negara non pajak, BUMN oleh Menteri Rini justru diduga dijadikan alat untuk bagi-bagi kursi kekuasaan dan kroninya. Dalam hal ini, kata Yenny, FITRA juga mendorong OJK untuk menyampaikan segera hasil tracking adanya unsur politisi dan titipan pengusaha dalam jabatan strategis di BUMN khususnya perbankan.

"Akhirnya, terkait dengan pengelolaan tata kelola BUMN yang tidak jelas dan justru menjadi semakin ketergantungan dengan hutang luar negeri, FITRA menghimbau Presiden Jokowi dan Wapres JK untuk mencari pengganti Menteri BUMN yang lebih professional dan visioner dalam mewujudkan implementasi Nawacita dan cita-cita bangsa Indonesia menjadi Negara yang kuat secara ekonomi, mandiri dan tidak ketergantungan pada Asing," demikian Yenny. [hta/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa