Kegagalan manusia membaca tanda dan pesan yang disampaikan alam kerap menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi manusia itu sendiri. Eksploitasi alam di banyak hal justru menimbulkan kerusakan tidak hanya bagi alam, tapi juga kepada para pelaku. Sialnya, tak hanya pelaku sendiri, tetapi orang lain yag tak bersinggungan langsung juga ikut ketiban masalah.Hal ini disampaikan aktivis Jendela Toba, Gagarin Sembiring, kepada MedanBagus.Com, Kamis (5/5) tatkala merenungkan kematian ribuan ton ikan keramba di perairan Danau Toba kawasan Haranggaol beberapa hari belakangan.
"Seperti pesugihan. Untuk apa kita dapat sesuatu saat ini dengan gampang, tetapi meninggalkan bencana bagi keturunan kita kemudian?" kata Gagarin yang enggan terjebak dalam perdebatan penyebab kematian ribuan ton ikan itu.
Danau Toba, lanjut Gagarin, adalah jejak dan peninggalan suatu peristiwa dinamika bumi sebagai kawah raksasa atau Kaldera Gunungapi hasil letusan supervolkano 74 ribu tahun lalu.
"Danau Toba adalah bagian alam semesta yang bernilai tinggi dan penting bagi bangsa bangsa di dunia, bukan hanya warga sekitar apalagi pemilik modal," sambung Gagarin.
Dengan reflektif, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia ( IAGI) Pengurus Daerah Sumut
ini mengajak semua orang untuk mengingat mengenai kehidupan ekosistem yang telah diberian Danau Toba.
"Kawah (Danau Toba) yang dulu kosong itu, kini sudah ada kehidupan dan ekosistemnya. Itulah outstanding value nya baik untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya, sehingga Danau Toba itu memiliki international value menjadi Taman Bumi Dunia dalam Unesco Global Geopark (UGG)," terang Gagarin.
Kedepan, lanjut dia, Danau Toba bahkan bisa menjadi tempat dan tujuan ziarah bumi.
"Kita mesti bisa reflektiflah, perlakukan Danau Toba dengan baik, hormat dan bertanggungjawab. Seperti berziarah ke bumi," tandas dia. [hta]
KOMENTAR ANDA