post image
KOMENTAR
Putusan majelis hakim agung menganulir hukuman mati terhadap bandar dan pembuat "pil setan" ekstasi, Hengky Gunawan, bertentangan dengan pasal 10 KUHP yang belum dicabut. Demikian juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan hukuman mati tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Demikian diutarakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran dan Anarkis (GEPENTA), Parasian Simanungkalit, saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, Sabtu (13/10).

Jenderal bintang satu itu menilai, hukuman mati bukan sebuah pelanggaran HAM seperti yang dibahas selama ini. Bahkan, hukuman mati dapat berlaku di Indonesia.

Parasian curiga ada permainan mafia narkoba mempengaruhi hakim agung dibalik putusan hakim agung menganulir hukuman mati menjadi 15 tahun kepada Henky Gunawan.

Ia mengatakan, ada tujuh point yang setidaknya memperkuat bahwa putusan majelis hakim agung itu keliru dan pantas dianulir. Pertama pertimbangan hukum mati harus dilakukan. Pertama Putusan MK yang memutuskan hukuman mati tidak melanggar HAM. Kedua hukuman mati tidak melanggar UUD 1945. Ketiga menghapuskan secara dini pasal 10 KUHP yang menentukan hukuman mati masih berlaku. Keempat hukuman mati yang dilaksanakan terhadap lima orang terpidana mati yang sudah dieksekusi menjadi dosa para hakim termasuk majelis hakim agung MA. Kelima akan lebih banyak dan bertambah pabrik pabrik narkotika di Indonesia.

Keenam mafia dan penyelundup narkoba akan mengalir ke Indonesia karena hukumannya ringan. Ketujuh anak bangsa Indonesia akan lebih banyak menjadi pengguna narkoba, termasuk menjadi calon pengguna anak dan cucu Majelis Hakim Agung yang menganulir hukuman mati menjadi hukuman penjara.

"Oleh karena itu Majelis Hakim Agung yang memeriksa dan memutus perkara Henky Gunawan, harus diperiksa oleh Komisi Yudisial dan Ketua Pengawasan Mahkamah Agung," dorong Parasian.

Di samping itu katanya, Kejaksaan Agung mesti mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali kepada MA. hal ini agar  mengembalikan hukumannya menjadi tetap hukuman mati. Harus menjadi pertimbangan majelis hakim agung bahwa pembuat atau pelaku pabrik narkotika akan membuat mati anak bangsa dan ini juga pelanggaran HAM, sadar atau tidak mereka membunuh 15.000 orang korban pengguna narkoba setiap tahun.

"Presiden harus segera memerintahkan Jaksa Agung agar segera melaksanakan eksekusi mati di depan regu tembak Brimob Polri kepada terpidana mati narkoba yang permohonan grasinya telah ditolak Presiden," pungkas Promovendus Doktor Ilmu Hukum UNS ini. [rmol/hta] 

Polsek Hamparan Perak Tangkap Remaja Diduga Geng Motor

Sebelumnya

Anak Dan Ayah Keroyok Warga Hingga Tewas Di Medan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Kriminal