post image
KOMENTAR
MBC. Anggota Komisi VI DPR Sukur Nababan menyesalkan, sikap Mendag Gita Wirjawan dan Mentan Suswono yang tidak kompak membatasi impor hortikultura. Menurutnya, perbedaan pandangan kedua menteri menunjukkan buruknya koordinasi dalam pemerintah.

“Kedua kementerian terlihat punya ego masing-masing. Seharusnya ketidakompakan tidak perlu terjadi, apalagi tujuannya untuk kebaikan kepentingan nasional,” kata Sukur seperti dikutip dari Rakyat Merdeka (grup MedanBagus.com), kemarin.

Politisi PDIP ini mengatakan, pihaknya kini belum mengambil keputusan soal simpang siur kebijakan pembatasan impor. DPR sedang menunggu hasil pertemuan kedua menteri. Diharapkannya, pertemuan menghasilkan keputusan yang pro kepentingan nasional. 

Sukur menuturkan, secara prinsip, dirinya mendukung kebijakan pembatasan impor. Sudah saatnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pro kepentingan pertanian dalam negeri. 

Selama ini impor dilakukan pemerintah seperti tidak ada remnya. Namun demikian, ditegaskannya, pembatasan impor harus diikuti peningkatan kualitas dan produksi pertanian. Jika tidak, maka kebijakan pembatasan tidak akan membawa manfaat. Tidak mempengaruhi perkembangan ekonomi bangsa. Yang berubah hanya kebijakan berganti-ganti, buka dan tutup impor.

“Mentan kini punya pekerjaan rumah besar menggenjot hasil pertanian karena kini pembatasan sudah menyebabkan kenaikan harga,” katanya.

Anggota Komisi IV DPR Jafar Hafsah justru mendukung pembatasan impor buah. Menurutnya, kebijakan itu seharusnya sejak dahulu diterapkan. Karena kebijakan itu merupakan bentuk keberpihakan nyata kepada petani.

“Kebijakan ini penting dikampanyekan untuk menumbuh kembangkan kecintaan terhadap produk buah lokal sekaligus penguatan ekonomi nasional. Ini sebagai momentum dari pemerintah untuk membenahi produk hortikultura lokal,” imbuhnya.
[Harian Rakyat Merdeka/rmol/ans]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi